Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - PT Humpuss Maritim Internasional (HUMI) telah mengoperasikan 29% kapal milik entitas usahanya dengan bahan bakar rendah sulfur, yaitu kapal LNG (gas alam cair). Sedangkan sisa armada HUMI lainnya yaitu kapal non-LNG, menggunakan bio diesel. Bahan bakar ini mengandung kelapa sawit yang merupakan salah satu energi terbarukan.
Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan pada armada kapal merupakan bagian dari komitmen HUMI terhadap upaya menurunkan emisi gas rumah kaca di sektor kelautan dan bentuk kepatuhan serta dukungan Perusahaan terhadap program pemerintah Indonesia mencapai nol emisi karbon pada 2060.
Adapun kewajiban penggunaan bahan bakar rendah sulfur pada setiap kapal yang berlayar di perairan Indonesia diatur Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) No. SE. 35 Tahun 2019. Aturan ini mengacu pada International Convention for the Prevention of Pollution from Ships dan pedoman dari International Maritime Organization (IMO).
Edaran Dirjen Hubla itu menegaskan bahwa setiap kapal baik kapal berbendera Indonesia maupun asing yang beroperasi di perairan Indonesia wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur senilai maksimal 0,5 % m/m, mulai 1 Januari 2020. Namun bagi kapal yang hanya berlayar di wilayah perairan Indonesia, kapal tersebut masih dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur yang tidak boleh melebihi 3,5% m/m.
“Agar dapat terus tumbuh secara berkelanjutan, HUMI didorong untuk berinovasi dengan menggunakan material ramah lingkungan yang salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi emisi. Kami melakukannya melalui penggunaan bahan bakar dengan kandungan sulfur yang rendah, terutama digunakan oleh kapal saat beroperasi di Indonesia.
Pemeriksaan berkala
Dengan operasionalnya yang mayoritas dilakukan di perairan laut, HUMI sangat menyadari pentingnya menjaga kelestarian keanekaragaman hayati ekosistem laut dan mengurangi dampak operasional terhadap spesies laut. Sejumlah inisiatif HUMI dalam perlindungan ekosistem laut ini di antaranya prosedur Zero Ballast Water, Zero Oil Spill, dan penggunaan cat bebas anti-fouling pada seluruh armada kapal sesuai dengan Konvensi Internasional IMO.
Cat anti-fouling dipakai untuk melapisi kapal agar memperlambat pertumbuhan organisme laut seperti teritip, lendir, ganggang, dan gulma berlumut. Namun, pelapis kapal tersebut mengandung bahan tributiltin organotin yang berbahaya bagi ekosistem laut.
“Hingga kini, total armada entitas anak Perseroan yang menggunakan cat anti-fouling mencapai 100%,” imbuh Dedi.
Selain penggunaan bahan ramah lingkungan dalam operasional kapal, HUMI melakukan pemeriksaan berkala terhadap kelayaklautan seluruh kapal setiap bulan atau setiap tahun berdasarkan spesifikasi masing-masing alat. Hal ini dilakukan untuk mengurangi emisi karbon (CO2), Nitrat (Nox), dan Sulfur (Sox) yang merupakan penyumbang terbesar dalam kerusakan ozon di bumi.
“Dalam menjalankan kegiatan usaha kami, prioritas utama kami adalah pengendalian operasional dan mengurangi dampak yang akan merugikan termasuk merugikan lingkungan. Dengan adanya kebijakan ini kami berhasil menekan emisi C02 pada kapal LNG, minyak, dan petrokimia. Ini merupakan komitmen kami dalam mendukung pengendalian emisi,” ujar Direktur Utama HUMI Tirta Hidayat.
Kebijakan anti korupsi
Pelestarian ekosistem laut merupakan satu dari empat pilar HUMI dalam menjalankan bisnis yang berkelanjutan. Tiga pilar lainnya merupakan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), peningkatan kualitas SDM, dan kepatuhan terhadap perundang-undangan.
Bentuk tata kelola keberlanjutan yang diimplementasikan di HUMI antara lain penerapan Kebijakan Anti Korupsi dan Anti Fraud sejak tahun 2019. Kebijakan ini misalnya mengatur tentang gratifikasi. Seluruh karyawan HUMI tidak diperkenankan menerima uang tunai kecuali untuk sponsorship atau promosi perusahaan. Penerimaan uang dalam hal sponsorship maupun promosi juga harus mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan.
“Pelanggaran terhadap kebijakan tersebut akan dikenakan sanksi administratif dan tindakan disiplin seperti pemecatan melalui mekanisme yang berlaku pada Peraturan Perusahaan dan Peraturan Perundangan yang berlaku. Kami juga menerapkan Whistle Blowing System (WBS) di mana siapapun dapat melaporkan pelanggaran anti korupsi dan anti fraud ke tim WBS, baik yang dilakukan oleh manajemen maupun karyawan HUMI,” tegas Tirta.
Menurut Tirta, salah satu kendala dalam penerapan berkelanjutan di antaranya adalah terkait pemahaman dan penghayatan karyawan mengenai pentingnya penerapan keberlanjutan di lingkungan perusahaan. Untuk mengatasi tantangan tersebut, perusahaan akan fokus kepada internalisasi konsep dan praktik berkelanjutan pada semua lini organisasi.
“Merupakan komitmen kami untuk menjalankan praktik keuangan yang berkelanjutan guna memastikan bahwa kegiatan usaha HUMI memiliki dampak positif bagi para pemangku kepentingan dalam jangka panjang secara menyeluruh dan terpadu,” pungkas Tirta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News