Sumber: KONTAN | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Eksportir kopi kecil menilai aturan ekspor kopi yang baru menyulitkan bisnis eksportir kecil. Mereka akan kesulitan dapat status eksportir terdaftar kopi (ETK).
Salah satunya eksportir kopi luwak. Mereka akan sulit memenuhi ketentuan ekspor minimal 200 ton per tahun dalam beleid itu. Sebab, "Produksi kami cuma 200 kilogram per bulan," terang Didiet Arry Suparno, Ketua Asosiasi Petani Kopi Luwak Indonesia, kemarin (18/10).
Didiet sendiri menyatakan, perusahaannya cuma mengekspor paling banyak 20 kg tiap bulan. Karena itu, kalau mengikuti ketentuan baru ekspor kopi, eksportir kopi luwak akan terus berstatus sebagai eksportir kopi sementara (EKS) dan sulit jadi ETK.
Padahal, status ETK strategis bagi eksportir untuk menambah akses pasar di luar negeri. Maklum, eksportir yang punya ETK bisa jadi anggota penuh Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), yang tergabung dengan organisasi eksportir kopi dunia.
Selain itu, eksportir yang berstatus ETK lebih mudah mendapat akses pembiayaan dari perbankan. Didiet menilai, aturan itu cuma akal-akalan eksportir besar untuk menguasai perdagangan kopi.
Tapi Departemen Perdagangan (Depdag) menegaskan akan tetap mengakomodir eksportir kopi yang jumlah ekspornya di bawah 200 ton per tahun. "Biarpun berstatus EKS, tetap bisa ekspor berapa pun jumlahnya," kata Diah Maulida, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Depdag.
Selain itu, menurut Sekretaris Umum AEKI Rachim Kartabrata, eksportir kecil bisa terus memperpanjang status EKS miliknya, selama masih belum bisa menjadi ETK. Atau, mereka bisa memilih bergabung dengan eksportir yang lebih besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News