kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.250.000   11.000   0,49%
  • USD/IDR 16.640   37,00   0,22%
  • IDX 8.140   21,59   0,27%
  • KOMPAS100 1.116   -2,74   -0,25%
  • LQ45 782   -2,78   -0,35%
  • ISSI 287   0,98   0,34%
  • IDX30 411   -1,53   -0,37%
  • IDXHIDIV20 463   -3,28   -0,70%
  • IDX80 123   0,03   0,02%
  • IDXV30 133   -0,26   -0,19%
  • IDXQ30 129   -0,89   -0,69%

Ekspor Biji Kakao RI Berpotensi Terkoreksi, APKAI Soroti Arah Hilirisasi


Senin, 11 Agustus 2025 / 17:18 WIB
Ekspor Biji Kakao RI Berpotensi Terkoreksi, APKAI Soroti Arah Hilirisasi
ILUSTRASI. Pekerja menjemur biji kakao di salah satu tempat pengumpul kakao di Desa Buket Teukuh, Idi Tunong, Aceh Timur, Aceh, Kamis (28/9). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc/17. Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) menilai tingginya ekspor biji kakao RI tidak bertahan lama, hal ini penyebabnya.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Perdagangan mencatat ekspor kakao dan produk olahannya tumbuh 129,86% pada semester I-2025, menjadi yang tertinggi di antara komoditas nonmigas. 

Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Arief Zamroni menyebut, lonjakan ini tidak lepas dari fenomena kenaikan harga global yang terbilang anomali, serta penurunan produksi di negara produsen utama dunia.

Menurut Arief, industri pengolahan kakao di dalam negeri kini cenderung memproses bahan baku setelah menerima pesanan baru (buy order), bukan produksi rutin harian. Kondisi ini berdampak pada sirkulasi pasokan dan membuka peluang ekspor.

“Di Afrika mengalami penurunan produksi yang sangat signifikan, menjadikan alternatif ekspor dari Indonesia menjadi menarik. Dan itulah yang menjadikan ekspor kita menarik,” ujarnya kepada Kontan, Senin (11/8).

Baca Juga: Aviana Sinar Abadi (IRSX) Umumkan Pengendali Baru

Arief mengungkapkan, eksportir saat ini bahkan berani memberikan insentif lebih dari 10% di atas harga pelabuhan. Pasar tujuan seperti Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat menjadi sangat potensial. 

Meski begitu, ia memperkirakan tren ini tidak akan berlangsung stabil dalam jangka panjang.

“Setelah pasar komoditas dunia kembali normal, ekspor bisa terkoreksi. Apalagi pemerintah mendorong hilirisasi agar pengolahan kakao lebih banyak dilakukan di dalam negeri. Ke depan, ekspor biji kakao mungkin akan berkurang, digantikan produk olahan,” jelasnya.

Tarif AS 19%

Terkait tarif impor 19% yang diberlakukan Amerika Serikat, Arief mengakui hal itu bisa mempengaruhi daya saing. 

Namun, ia menilai pelaku usaha memiliki strategi untuk menyiasatinya, seperti memanfaatkan negara ketiga yang tidak dikenakan tarif untuk pengiriman ke AS.

Dari sisi pasokan, Arief memperkirakan produksi kakao nasional masih berkisar di 200 ribu ton per tahun. Porsi ekspor biji kakao diperkirakan hanya 10%–40-50% dari total produksi, dengan pasar terbesar di Eropa.

Ia menambahkan, pasar domestik juga menyerap cukup besar produksi kakao, terutama untuk industri artisan chocolate seperti yang berkembang di Bali. 

“Artisan ini mengolah cokelat dengan standar internasional dan pasar premium, sehingga berani membeli dengan harga tinggi,” ujarnya.

Mengenai rencana pemerintah menerapkan pungutan ekspor kakao, Arief mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut kemungkinan akan mengikuti pola di industri sawit. 

Biaya pungutan akan dikelola langsung oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) untuk program-program sektor kakao, tanpa melalui mekanisme APBN.

“Intinya, pungutan ini akan dikembalikan langsung ke petani, pedagang, dan industri, misalnya untuk program CSR. Jadi bukan hanya aman, tapi justru membuat sektor kakao lebih bergairah,” tegasnya.

Baca Juga: BI Sebut Karya Kreatif Indonesia Catatkan Business Matching Ekspor Rp 168,3 Miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×