Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemperin) memprediksi ekspor produk manufaktur tahun ini bakal melejit sekitar 14,75% menjadi
US$ 140 miliar dibanding pencapaian tahun lalu yang sebesar US$ 122,2 miliar.
Namun, kalau ada sebagian ekspor bahan mentah bisa berubah wujud menjadi ekspor produk olahan sudah pasti nilai ekspor manufaktur tahun ini bisa lebih besar lagi.
Menurut Sekretaris Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto, sekitar 60% lebih komposisi ekspor produk komoditas masih berupa barang mentah. Sisanya adalah produk olahan. Contohnya, komoditas tembaga. Hanya sekitar 30% saja yang berwujud produk kabel. "Sisanya adalah ekspor tembaga," katanya, kemarin.
Dalam catatannya, ekspor bahan mentah empat tahun terakhir tumbuh 11 kali lipat. Kalau didiamkan, cadangan sumber alam bisa cepat habis. Nah, ada baiknya nilai ekspor produk bisa ditingkatkan dengan pengembangan industri hilir (hilirisasi).
Pemerintah dan industri sebetulnya sudah punya program pembenahan hilirisasi industri dalam negeri. Misalnya mengembangkan tiga bidang penopang industri yaitu bahan baku industri kimia khususnya petrokimia, energi, dan kebutuhan barang modal.
Beberapa langkah telah dilakukan misalnya percepatan pembangunan kilang bahan baku petrokimia. Hilirisasi ini sangat diperlukan agar bahan baku batu bara dan minyak yang selama ini diekspor dalam bentuk mentah bisa dilakukan proses hilirisasi di dalam negeri.
Dengan begitu, selain meningkatkan nilai ekspor juga bisa digunakan untuk bahan baku industri petrokimia di dalam negeri. Selama ini, kebutuhan bahan baku petrokimia masih impor dengan nilai rata-rata US$ 5,5 miliar tiap tahun. "Bila terlaksana, Indonesia bisa menjadi negara industri di 2016-2017," katanya.
Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), berharap, pemerintah menjamin stok bahan baku petrokimia di dalam negeri. Seperti, ketersedian pasokan batubara di dalam negeri.
Sebab, batubara dibutuhkan oleh industri petrokimia sebagai bahan baku metanol maupun sebagai sumber energi. Sehingga ekspor bahan baku mentah seperti batu bara sebaiknya dikurangi dengan proses hilirisasi.
Binsar Marpaung, Sekjen Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) juga sependapat dengan Fajar. Ia meminta pemerintah mendorong hilirisasi sol sepatu yang berbahan baku karet.
Soalnya, produk sol sepatu sebagian besar memang masih impor. Ironisnya, karet sebagai bahan baku sol sepatu itu berasal dari Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News