Reporter: Muhammad Yazid, Handoyo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Meskipun World Trade Organization (WTO) telah berpihak kepada produsen rokok keretek, pengusaha rokok keretek asal Indonesia belum bisa tidur pulas. Pasalnya, boleh atau tidak masuknya ekspor rokok keretek ke Amerika Serikat (AS) tergantung dengan keputusan bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan AS.
Hasan Aoni Aziz, Kepala Humas Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), mengatakan, pasca dimenangkannya Indonesia terkait pelarangan ekspor rokok keretek, kini keputusan boleh tidaknya ekspor ke Negeri Paman Sam itu tergantung hasil lobi antara kedua negara. "Batas waktu pembicaraan kedua negara paling lama enam bulan," kata dia.
Menurutnya, ada tiga opsi yang kemungkinan disepakati oleh kedua negara atas hasil keputusan WTO. Yakni, Amerika mengubah beleid pelarangan ekspor sesuai dengan instruksi WTO, Negeri Paman Sam ngotot mempertahankan peraturannya, atau Indonesia memperoleh kompensasi yang disepakati tanpa adanya revisi beleid pelarangan ekspor rokok keretek.
Dari ketiga kemungkinan tersebut, Hasan berharap pemerintah konsisten memperjuangkan opsi yang pertama. Sebab, meskipun saat ini baru Amerika yang melarang ekspor keretek namun efek dominonya akan menyebar ke sejumlah negara lain. "Kami akan terus mengawal pertemuan bilateral antar kedua negara, agar posisi pengusaha rokok Indonesia dapat diuntungkan," imbuh Hasan.
Ia menambahkan, telah banyak kerugian yang diterima produsen rokok keretek akibat pelarangan ekspor tersebut. Antara lain, hilangnya potensi ekspor sebesar US$ 200 juta per tahun sejak 2010, serta tertundanya rencana investasi produsen rokok keretek asal Indonesia ke Amerika Latin lantaran pintu masuk ekspor ke Amerika ditutup.
Menurut Hasan, kendati nantinya pemerintah AS memperbolehkan kembali ekspor rokok keretek. Hal tersebut bukan hal yang mudah. "Kalau kami bisa ekspor lagi, kami harus buat jaringan baru lagi," katanya.
Sekadar informasi, sebagai salah satu produsen rokok keretek terbesar didunia, ekspor rokok keretek Indonesia mencapai US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,26 triliun setahun. Dari total produksi tersebut, seperlimanya diekspor ke Amerika Serikat (AS).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor tembakau dan bahan baku rokok tahun lalu mencapai US$ 710 juta, naik 5,7% dibandingkan tahun 2010 yang berada di kisaran US$ 672 juta. Meski mengalami peningkatan dalam segi nilai, namun volume ekspor tembakau dan bahan bakunya justru mengalami penurunan. Tahun lalu volume ekspor tembakau dan bahan baku pendukungnya sebanyak 99.485 ton, turun 15% dibandingkan tahun 2010 sebanyak 117.158 ton.
Penjualan naik 10%
Meski demikian, produsen rokok dalam negeri untuk saat ini masih belum dapat memberikan tanggapan lebih dalam terkait persoalan rokok keretek ini. "Kami belum bisa berkomentar tentang itu saat ini, dan harus kami diskusikan terlebih dahulu," kata Budi Darmawan, Manajer Komunikasi Djarum.
Sekadar informasi, tahun lalu produsen rokok asal Kudus, Jawa Tengah, ini berhasil memproduksi 130 juta batang rokok per hari. Saat ini Djarum memiliki 15 varian rokok. Beberapa merek rokok Djarum antara lain Djarum Coklat, Djarum Istimewa, Djarum 76, Djarum Super, LA Lights, L.A Menthol Lights, dan Djarum Black. Djarum juga memiliki merek Djarum Black Menthol, Djarum Black Slimz, Djarum Black Cappucino, dan Djarum Super Mild.
Handojo, Manajer Senior Djarum, menambahkan, penjualan tahun ini akan melesat. "Yang penting tumbuh, kalau bicara target tentu semaksimal mungkin. Pasar rokok itu tidak bisa besar, sales bisa tumbuh 5% sampai 10% sudah bagus," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News