Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor minyak sawit mentah Indonesia tergerus. Namun, pengiriman untuk minyak sawit olahan (refined palm oil) melejit. Mengingat potensi konsumen CPO China yang terus naik, ada baiknya pemerintah mulai mempertimbangkan kesempatan memperbesar volume pengiriman ke negara tersebut.
Mengutip data Badan Pusat Statistik untuk kinerja ekspor Januari-April 2018, pengiriman internasional Indonesia untuk produk CPO mencapai US$ 868,08 juta, turun drastis 44,35% dari periode sama tahun lalu (year on year) yang sebesarĀ US$ 1,56 miliar.
Tapi, ekspor produk olahan minyak sawit naik menjadi US$ 1,27 miliar dari periode empat bulan pertama tahun lalu di US$ 714,4 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung melihat ini menjadi momentum pemerintah Indonesia harus mengkaji kesempatan dagang minyak sawit yang lebih besar apalagi dihadapan neraca dagang periode hingga April yang tercatat defisit.
"Neraca dagang kita defisit, itu berarti bahwa kita itu harus semakin mendorong ekspor ke China terutama kelapa sawit karena kebutuhan mereka tinggi," katanya kepada KONTAN, Rabu (16/5).
Dalam perhitungannya, China adalah negara tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar kedua, di bawah India. Iskandar bilang, tiap tahunnya Indonesia mengekspor CPO sebesar 7 juta ton hingga 8 juta ton yang mana 50%-60% digunakan untuk konsumsi minyak nabati China.
Kemudian berkat kebutuhan China yang terus mendaki, dia perkirakan tahun ini ekspor CPO ke negara tersebut bisa naik menjadi 10 juta ton-11 juta ton, bahkan lebih lagi bila pemerintah menyiapkan skema perdagangan yang bisa menarik perhatian negara tersebut.
Sedangkan untuk produk minyak sawit olahan, langkah pemerintahan China yang tengah mendorong industri agri untuk turunan CPO juga menjadi kesempatan besar Indonesia mendorong lini bisnis tersebut.
"China itu kan mendorong pengembangan industri berbasis agro, salah satunya bahan dari refinery hasil hasil cpo maka impor refinerynya naik maka kita harus lihat jauh kedepan, tapi bisa saja keadaan membalik," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News