kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.123.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.622   -13,00   -0,08%
  • IDX 8.040   -11,08   -0,14%
  • KOMPAS100 1.118   -5,53   -0,49%
  • LQ45 804   -6,09   -0,75%
  • ISSI 279   0,16   0,06%
  • IDX30 422   -0,76   -0,18%
  • IDXHIDIV20 484   -1,72   -0,35%
  • IDX80 122   -0,75   -0,61%
  • IDXV30 132   -0,23   -0,18%
  • IDXQ30 134   -0,95   -0,70%

Ekspor Sawit ke India Menurun, INDEF: Indonesia Perlu Perkuat Strategi Perdagangan


Senin, 22 September 2025 / 19:25 WIB
Ekspor Sawit ke India Menurun, INDEF: Indonesia Perlu Perkuat Strategi Perdagangan
ILUSTRASI. Karyawan mengawasi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit sebelum dimasak di salah satu pabrik minyak kelapa sawit milik PT.Karya Tanah Subur (KTS) Desa Padang Sikabu, Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Senin (18/11/2024). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/agr *** Local Caption ***. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor hanya mencapai 573 ribu ton, turun 27% turun secara tahunan.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor minyak sawit Indonesia ke India hingga Juni 2025 tercatat melemah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor hanya mencapai 573 ribu ton, turun 27% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 783 ribu ton.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Mohamad Fadhil Hasan menilai penurunan ekspor tersebut menjadi sinyal penting bagi Indonesia untuk memperkuat strategi hubungan perdagangan dengan India.

“Hubungan perdagangan kita dengan India harus diperkuat dan diperluas, misalnya melalui FTA atau CEPA seperti yang sudah kita lakukan dengan negara lain. Selain itu, kita juga harus go beyond trade, misalnya kerja sama di bidang research and development,” ujar Fadhil dalam Webinar Palm Oil as a Strategic Corridor: Strengthening Indonesia-India Economic and Trade Cooperation, Senin (22/9/2025).

Baca Juga: Ekspor Sawit Indonesia ke India Turun 27% per Juni 2025, Gapki Ungkap Penyebabnya

Menurutnya, strategi ini penting mengingat India merupakan pasar yang sangat sensitif terhadap harga. Begitu harga sawit naik mendekati atau setara dengan minyak nabati lain, India segera beralih ke kedelai.

Selain faktor harga, penurunan impor India juga dipicu oleh meningkatnya program mandatory biofuel di Indonesia. 

“Saat ini, pemerintah sudah menerapkan bauran B40, dan muncul kekhawatiran dari pelaku industri minyak nabati India terkait ketersediaan pasokan sawit untuk kebutuhan ekspor,” jelas Fadhil.

Di sisi lain, pemerintah India tengah mendorong program nasional peningkatan produksi minyak nabati, termasuk sawit, dengan target swasembada dalam 20 tahun mendatang. 

Meski kebijakan tersebut berpotensi mengurangi impor, Indonesia masih bisa memanfaatkan peluang lewat ekspor bibit sawit.

“Kalau India memperluas perkebunan sawit, bibitnya tetap berasal dari Indonesia. Jadi kita masih bisa mendapat manfaat,” tambahnya.

Isu lain yang perlu dicermati adalah kebijakan tarif impor India yang dinilai tidak konsisten. Kadang tarif crude palm oil (CPO) dinaikkan, lalu diturunkan kembali, sehingga menyulitkan eksportir dalam memprediksi volume penjualan.

Karena itu, Fadhil menekankan pentingnya dialog kebijakan agar tarif lebih konsisten dan dapat diprediksi.

Fadhil juga menyoroti persepsi negatif bahwa minyak sawit dianggap inferior dibanding minyak nabati lain. Konsumsi sawit di India lebih banyak digunakan oleh sektor hotel, restoran, dan katering, sementara kalangan menengah atas lebih memilih minyak lain.

“Padahal dari sisi nutrisi, sawit tidak kalah. Perlu edukasi publik yang konsisten agar persepsi ini berubah,” tegasnya.

Selain itu, tren terbaru menunjukkan konsumen India kini semakin menuntut minyak sawit berkelanjutan (sustainable palm oil). Sejumlah perusahaan besar bahkan mulai mensyaratkan eksportir memiliki praktik ramah lingkungan baik di hulu maupun di hilir.

“Dulu India hanya mau yang murah, sekarang mereka juga peduli aspek keberlanjutan. Ini bagian dari tren global menuju net zero emission,” ujarnya.

Meski berbagai negara seperti Brasil, Nigeria, hingga India mulai mengembangkan sawit, Fadhil optimistis Indonesia tetap kompetitif berkat biaya produksi yang lebih rendah.

“Cost of production mereka masih lebih tinggi dari Indonesia. Kuncinya bagi kita adalah terus meningkatkan efisiensi produksi dan pemasaran,” kata dia.

Fadhil menekankan bahwa hubungan dagang Indonesia-India ke depan harus melampaui sekadar perdagangan tradisional. 

“Kita perlu memperluas kerja sama, mulai dari penelitian, kampanye publik, hingga investasi. Dengan begitu pasar India tetap terbuka dan posisi Indonesia semakin kuat,” pungkasnya.

Baca Juga: Ganjalan Industri CPO di Pasar Ekspor

Selanjutnya: Menkeu Purbaya: Kalau Ekonominya Tumbuh Tinggi, Anda Bayar Pajaknya Happy!

Menarik Dibaca: 6 Manfaat Yoga untuk Wanita, Atasi Stres hingga Nyeri Haid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×