kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.576.000   -14.000   -0,54%
  • USD/IDR 16.782   0,00   0,00%
  • IDX 8.538   -46,87   -0,55%
  • KOMPAS100 1.181   -4,39   -0,37%
  • LQ45 845   -3,52   -0,41%
  • ISSI 305   -2,17   -0,71%
  • IDX30 436   -0,64   -0,15%
  • IDXHIDIV20 511   0,73   0,14%
  • IDX80 132   -0,80   -0,61%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 140   0,34   0,25%

Asosiasi Pengusaha di Industri Padat Karya Menyoroti UMP 2026, Begini Catatannya


Kamis, 25 Desember 2025 / 10:10 WIB
Asosiasi Pengusaha di Industri Padat Karya Menyoroti UMP 2026, Begini Catatannya
ILUSTRASI. Asosiasi pengusaha padat karya soroti kenaikan UMP 2026. Desak pemerintah dan pekerja tingkatkan produktivitas demi daya saing industri. (Dok/Kemenperin)


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah asosiasi pengusaha yang bergerak di industri padat karya menyoroti penetapan upah minimum untuk tahun 2026. Adapun, tenggat pengumuman penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 pada Rabu (24/12/2025). 

Kenaikan UMP 2026 bervariasi dengan rentang 6% - 7%, meski ada juga yang menetapkan kenaikan hingga 9%. Kenaikan UMP 2026 merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan, yang menetapkan rentang alfa antara 0,5 - 0,9.

Merespons kenaikan UMP 2026, asosiasi pengusaha di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), industri mebel dan industri alas kaki meminta supaya kenaikan upah dibarengi dengan peningkatan produktivitas. Sebab, komponen biaya tenaga kerja memiliki porsi yang cukup signifikan dalam struktur biaya bagi industri padat karya.

Baca Juga: Kebutuhan Gas Industri Meningkat, Pakar Dorong Eksplorasi 68 Cekungan di Indonesia

Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengungkapkan komponen biaya tenaga kerja pada struktur biaya di industri furnitur dan kerajinan bisa mencapai 30%–40% dari total biaya produksi. Dus, dampak langsung dari kenaikan UMP adalah peningkatan biaya produksi yang berpotensi menekan daya saing harga furnitur Indonesia di pasar ekspor.

"Oleh karena itu, kenaikan UMP sebaiknya mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja dan daya saing ekspor, agar tujuan perlindungan pekerja berjalan seimbang dengan keberlanjutan usaha dan kemampuan industri dalam mempertahankan lapangan kerja," kata Sobur saat dihubungi Kontan.co.id pada Rabu (24/12/2025).

Apalagi, saat ini pasar utama seperti Amerika Serikat dan Eropa masih dalam fase pemulihan. Sedangkan persaingan dengan negara-negara seperti Vietnam, Malaysia, dan China semakin ketat karena biaya produksi yang lebih rendah dan ekosistem industri yang lebih efisien.

Baca Juga: Jasamarga Catat 994 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabotabek, Naik 12,1% dari Lalin Normal

Adapun, industri furnitur dan kerajinan nasional menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, dengan dominasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan industri menengah. Sobur mengingatkan ada sejumlah risiko yang berpotensi muncul jika kenaikan upah tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi biaya lainnya.

Mulai dari terbatasnya ekspansi kapasitas produksi, penundaan perekrutan tenaga kerja baru, tekanan berat bagi UMKM furnitur sebagai tulang punggung industri, serta potensi terjadinya relokasi sebagian pesanan ke negara pesaing. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Yoseph Billie Dosiwoda turut mengingatkan bahwa kenaikan upah yang belum selaras dengan pertumbuhan produktivitas berpotensi menimbulkan tekanan biaya. Hal ini pada akhirnya dapat mendorong kenaikan harga maupun tekanan efisiensi tenaga kerja.

Dalam kondisi tersebut, setiap tambahan beban biaya perlu dicermati secara hati-hati karena berisiko menimbulkan tekanan lanjutan terhadap operasional perusahaan apabila tidak disertai langkah mitigasi yang memadai. Mitigasi dan pembinaan perlu dipersiapkan, khususnya bagi perusahaan yang menghadapi keterbatasan kemampuan

Menurut Billie, hal itu penting untuk diperhatikan agar penyesuaian kebijakan tidak langsung berujung pada langkah efisiensi tenaga kerja. Dengan begitu, keberlangsungan usaha dapat terjaga dan risiko pemutusan hubungan kerja dapat dihindari. 

Baca Juga: Gojek Petakan Pola Belanja Makanan Konsumen lewat Kilas Balik GoFood 2025

"Harapannya semua pihak harus melihat kondisi ini lebih objektif dalam menjaga industri untuk produktivitas yang lebih stabil dan iklim industri yang lebih kondusif, dengan pengupahan yang sesuai dan berimbang sesuai kemampuan pelaku industri yang menciptakan lapangan kerja," tegas Billie.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Garment dan Textile Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto sepakat bahwa kenaikan upah harus disertai dengan peningkatan produktivitas. Pada saat yang sama, Anne menegaskan pentingnya dukungan dari pemerintah agar industri bisa menjalankan operasional bisnisnya dengan lebih efisien.

"Sudah pasti sangat berat untuk kami (pengusaha) kalau tidak meningkatkan produktivitas dan pemerintah tidak memperbaiki ease of doing business, mengatasi bottle necking, serta tidak membuat perusahaan itu less cost dari sisi perizinan dan lainnya," terang Anne.

Anne mengingatkan industri TPT menghadapi persaingan yang sengit dengan produk dari negara lain, baik untuk pasar ekspor maupun di pasar domestik. Dus, Anne meminta agar pemerintah melakukan tolok ukur (benchmarking) untuk mengidentifikasi praktik terbaik dalam menumbuhkan industri tekstil.

Benchmarking bisa dilakukan kepada negara-negara yang telah menumbuhkan industri tekstil secara signifikan seperti Vietnam dan Bangladesh. "Kami juga minta pemerintah bantu dengan penambahan efisiensi di aturan, jangan overlapping, jangan ada sertifikasi berlebih. Ujungnya kan cost itu akumulasi dari berbagai biaya, bukan hanya upah," tegas Anne.

Hal senada disampaikan oleh pelaku usaha di hulu industri tekstil. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil Syauqi menuntut adanya persaingan usaha yang sehat serta perlindungan dari gempuran produk impor.

"Pemerintah juga harus menjaga persaingan usaha di industri tekstil. Jika masih terjadi dumping, sulit untuk kami memenuhi kenaikan UMP," tandas Farhan.

Selanjutnya: Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Menarik Dibaca: 7 Cara agar Panjang Umur Menurut Pakar, Mau Terapkan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU

[X]
×