Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Tarif bea keluar (BK) rupanya sangat berpengaruh pada volume ekspor. Contohnya di komoditi biji kakao. Karena BK biji kakao turun dari 10% menjadi 5% di bulan Oktober 2010, maka ekspor biji kakao melonjak. Kalau ekspor komoditas tersebut di bulan September hanya sekitar 26.300 ton, maka di bulan Oktober, ekspor kakao mencapai 88.800 ton, atau naik sekitar 217%.
“Kondisi itu sudah saya prediksi. Rendahnya BK membuat eksportir ambil keuntungan dengan ekspor sebanyak-banyaknya,” kata Zulhefi Sikumbang, Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO) kepada KONTAN di Jakarta, Kamis (2/12).
Seperti ditulis KONTAN, BK biji kakao turun menjadi 5% dari 10% di bulan September 2009 karena harga komoditas tersebut turun. Menurut Zulhefi, setelah ada pengumuman turunnya BK, eksportir kakao langsung mengekspor kakao mereka yang ada di gudang dan memborong kakao petani. Seluruh stok kakao itu dikapalkan ke luar negeri.
Walaupun belum semua ada pembelinya, eksportir bisa membawa dulu kakao mereka ke Malaysia yang menawarkan sewa gudang yang rendah. "Ongkos gudang di Malaysia hanya 1%. Ini lebih menguntungkan dibandingkan jika disimpan di dalam negeri," jelas Zulhelfi.
Walaupun harus mengeluarkan biaya gudang di Malaysia, eksportir masih kantongi keuntungan. Karena kakao yang di ekspor itu dibeli dari petani dengan harga yang sudah dikurangi nilai BK 10%. Saat melakukan ekspor, nilai BK yang bayarkan hanya 5%. "Sehingga ada selisih keuntungan 5% yang dikantongi eksportir," katanya.
Zulhefi memperkirakan ekspor biji kakao di bulan November maupun Desember ini akan kembali turun. Soalnya, stok di gudang eksportir sudah terkuras. Apalagi BK juga kembali naik menjadi 10% di bulan November dan Desember ini. Zulhefi memprediksi, ekspor kakao di bulan November turun 50-70% di banding bulan sebelumnya.
Namun, ia memprediksi harga biji akan stabil di kisaran US$ 2.700 per ton. Soalnya, tidak banyak faktor yang mempengaruhi perubahan harga kakao di pasar dunia saat ini. Dengan demikian BK kakao akan tetap 10%.
Produksi membaik
Dari sisi produksi, realisasi produksi kakao tahun ini, akan sedikit lebih banyak dibanding tahun lalu. Pasalnya, beberapa daerah baru mulai produktif karena tanamannya sudah berusia 4 tahun. Di antaranya, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua dan sebagian Sumatera. "Bulan ini mereka sudah mulai produksi," kata Zulhefi.
Ia berharap, daerah-daerah baru tersebut memberikan kontribusi pada ekspor kakao tahun ini sehingga ekspor kakao tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Menurut data Kementerian Perdagangan, ekspor kakao tahun lalu 535.000 ton. Sementara realisasi ekspor sampai Oktober tahun ini mencapai 483.000 ton. Ekspor Januari-Oktober tersebut lebih tinggi dibanding periode sama tahun lalu, yang sekitar 420.000 ton.
Toh, tidak berarti tidak ada kendala di sisi produksi kakao. Beberapa daerah penghasil kakao mengalami penurunan produksi tahun ini. Misalnya Sulawesi Selatan yang produksi kakaonya turun akibat banyaknya curah hujan.
Masalah lain, Piter Jasman, Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), menyayangkan ekspor kakao dalam bentuk bahan baku sehingga tidak ada nilai tambah. "Yang kami olah hanya sekitar 150.000 ton, sisanya diekspor semua," kata Piter.
Piter memuji gerakan nasional kakao yang dicanangkan pemerintah, yang menurutnya cukup berhasil meningkatkan produksi nasional kakao bebera tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News