kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Energi fosil mulai tergantikan, begini respon perusahaan batubara


Selasa, 19 November 2019 / 19:21 WIB
Energi fosil mulai tergantikan, begini respon perusahaan batubara
ILUSTRASI. ika.puspitasari PT Delta dunia makmur Tbk DOID mengadakan paparan publik


Reporter: Dimas Andi | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tren peralihan energi fosil menuju energi ramah lingkungan pelan tapi pasti akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan. Perusahaan yang bergerak di bidang tambang batubara pun angkat bicara mengenai fenomena tersebut.

Head of Investor Relations PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID, anggota indeks Kompas100 ini) Regina Korompis menilai, peralihan menuju energi baru dan terbarukan (EBT) sejatinya masih menjadi tren yang baru akan benar-benar terlihat dalam jangka panjang. Itu berarti, energi fosil seperti batubara masih memiliki nilai.

Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham Delta Dunia Makmur (DOID) yang Baru Ditendang dari Indeks MSCI

Untuk saat ini, DOID masih fokus menggarap bisnis di sektor tambang batubara. Ia percaya pasar batubara belum akan redup bahkan dalam jangka panjang sekalipun bisnis energi hijau mulai bermunculan.

“Pemerintah Indonesia masih membangun pembangkit listrik tenaga batubara di dalam negeri. Ini berlaku juga untuk kawasan Asia Tenggara,” ujar dia, Selasa (19/11).

Sebagai informasi, DOID mencatatkan pendapatan dari penambangan batubara dan jasa pertambangan sebesar US$ 690,33 juta hingga kuartal III-2019. Pelanggan terbesar DOID per kuartal tiga lalu adalah PT Berau Coal dengan total pendapatan sebesar US$ 335,11 juta.

Sementara itu, Kepala Hubungan Investor PT Samindo Resources Tbk (MYOH) Ahmad Zaki Natsir menyebut, salah satu tantangan untuk berekspansi di bisnis EBT saat ini adalah kapasitas yang bisa dihasilkan oleh pembangkit listrik berbasis energi ramah lingkungan cenderung lebih rendah ketimbang energi fosil. Di sisi lain, biaya investasi yang mesti dikeluarkan cukup besar.

Baca Juga: ACES Naik Kelas Sementara RIMO Jadi Penghuni Baru, Ini Hasil Kocok Ulang Indeks MSCI

Tantangan lainnya meliputi aspek fleksibilitas. Misalnya, PLTS hanya dapat memaksimalkan kegiatan operasionalnya di siang hari ketika matahari bersinar. Debit air yang menjadi sumber energi pembangkit listrik tenaga minihydro juga belum tentu konsisten sepanjang tahun.

“Bisnis energi terbarukan sebagai komplementer mungkin bisa, tapi belum sampai ke tahap subtitusi atas energi fosil,” ungkap dia.

Meski begitu, MYOH tidak menutup mata dengan potensi energi ramah lingkungan. sekitar dua tahun yang lalu, perusahaan mulai mengkaji potensi bisnis pembangkit listrik.

Zaki mengaku, belakangan ini MYOH mulai mengikuti beberapa tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). “Sebenarnya bisnis ini belum benar-benar jalan. Kami masih di tahap partisipasi ikut serta tender-tender kelistrikan yang diselenggarakan oleh pemerintah,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×