Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Angkasa Pura (AP) I khawatir bila erupsi anak Gunung Rinjani di Lombok berlangsung sampai akhir tahun ini. Kalau ini terjadi nilai kerugian yang bakal diderita perusahaan pelat merah ini bisa melebihi kerugian erupsi Gunung Raung yang terjadi medio 2015 yang lalu.
Farid Indra Nugraha, Sekretaris Perusahaan Angkasa Pura I memastikan kondisi tersebut. Saat terjadi erupsi Gunung Raung, potensi pendapatan yang hilang mencapai Rp 8,4 miliar.
Kerugian terjadi akibat penutupan tiba bandara kelolaan. Yakni Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Internasional Lombok dan Bandara Internasional Juanda Surabaya.
Sayang, hingga saat ini, manajemen Angkasa Pura I belum menghitung nilai kerugian dari penutupan bandara Ngurah Rai, Bandara Internasional Lombok dan Selaparang akibat erupsi anak Rinjani.
Menurut Farid, meski pihaknya melakukan sistem buka tutup terhadap beberapa bandara, pengaruhnya diklaim belum berpengaruh besar. "Pengaruhnya kecil, kalau secara korporasi tidak berpengaruh," klaimnya kepada KONTAN, Rabu (11/11).
Lain cerita bila insiden tersebut terus berlangsung selama enam bulan. Barulah bisa berpengaruh terhadap kondisi finansial perusahaan. Sejauh ini, Angkasa Pura I masih terus menghitung efek kerugiannya karena sistem buka tutup bandara masih terus berlangsung.
Saat bandara ditutup, secara otomatis, Angkasa Pura I tidak bisa atau batal mendapatkan pemasukan dari pembayaran passanger service charge (PSC). Selain itu, perusahaan ini juga urung mendapatkan pemasukan dari Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U), pelayanan garbarata (aviobridge) serta layanan baggage handling system (BHS).
Diantara bandara yang dioperasikan, Bandara Ngurai Rai adalah bandara dengan biaya PJP4U paling besar. "Sampai Rabu pagi (11/11) Bandara Lombok dan Bandara Selaparang masih tutup, sedangkan bandara Ngurah Rai sudah bisa beroperasi normal," tutur nya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News