Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Persoalan yang membelit PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) tampaknya bakal semakin pelik. Belum usai persoalan dualisme kepemimpinan emiten tambang tersebut, kini muncul masalah baru.
Cucu usaha BRAU, yakni PT Berau Coal, pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) generasi pertama, mendapatkan surat teguran dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Surat Kementerian ESDM mempertanyakan komposisi kepemilikan saham asing pada induk usahanya.
Permintaan penjelasan Kementerian ESDM ini tertuang di Surat Direktorat Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Nomor 998/32/DBB/2015 tertanggal 23 April 2015. Pemerintah menilai perusahan status penanaman modal asing (PMA) pada BRAU menyalahi ketentuan dalam kontrak PKP2B milik PT Berau Coal yang seharusnya kepemilikan saham peserta nasional tetap harus mayoritas di perusahaan ini.
Oleh karena itu, Bambang Tjahjono, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, status PT Berau Coal harus kembali lagi menjadi penanaman modal dalam negeri (PMDN) bukan malah jadi PMA. Sebab, perusahaan sudah melakukan tahapan operasi produksi tambang batubara lebih dari 10 tahun.
"Kami baru tahu status perubahan kepemilikan ini. Sebab kami sebelumnya hanya mengawasi level di atas PT Berau Coal, ternyata setelah pelepasan saham di bursa justru status kepemilikan di induk usahanya yang berubah," kata Bambang di kantornya, Rabu (6/5).
Pemerintah menegaskan akan meminta perusahaan tersebut segera mendivestasikan saham kepada peserta nasional sebagaimana yang diamanatkan kontrak. Di mana, 51% PT Berau Coal dimiliki PT Armadian Tritunggal, sedangkan 99,99% saham Armadian dipegang oleh PT Berau Coal Energy Tbk.
Sementara saham BRAU mayoritas digenggam oleh Asia Resources Minerals Plc sebanyak 84,74%. "Harus cepat untuk melepas 51% saham di PT Berau Coal ke pemilik nasional," kata Bambang.
Berhubung dalam tubuh manajemen BRAU masih ada sengketa internal, lanjut Bambang, pemerintah pun maklum dan akan menunggu penjelasan maupun pelaksanaan divestasi setelah persoalan tersebut diselesaikan. "Mungkin nanti kami akan menunggu selesainya pelaksanaan rapat umum pemegang saham (RUPS) mengenai penggantian komisaris dan direksi, kami akan meminta mereka lakukan divestasi," kata dia.
Namun, Bambang mengancam, pihaknya akan memberikan sanksi tegas berupa default atawa penghentian kegiatan operasi produksi kepada Berau Coal, manakala induk perusahaannya masih tetap dipegang modal asing. Sebab, kewajiban divestasi sudah jelas diatur dalam Pasal 26 kontrak PKP2B. "Bisa terkena status default selama satu tahun," kata dia.
Masih berembuk
Menanggapi ini, Singgih Widagdo, General Manager Corporate Comunication PT Berau Coal Energy Tbk mengatakan, manajemen BRAU tengah melakukan konsolidasi di internal. "Intinya, kami akan melakukan RUPS, dan selanjutnya kami akan membahas teguran dari ESDM ini," kata dia.
Perusahaannya juga tidak mempersoalkan ancaman default dari Kementerian ESDM. Sebab, perusahaan siap untuk melakukan kewajiban divestasi saham mengingat hal tersebut diatur dalam kontrak PKP2B.
Namun, Singgih belum mau memerinci skema divestasi seperti apa yang akan dilakukan sekaligus calon-calon pembeli lokal di saham induk usahanya. "Belum sampai ke sana, apakah kami harus tawarkan ke pemerintah dulu atau bagaimana," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News