kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ESDM bersuara soal komitmen dengan Freeport


Kamis, 06 April 2017 / 11:39 WIB
ESDM bersuara soal komitmen dengan Freeport


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Saat ini, beredar pemberitaan yang mempertanyakan komitmen dan konsistensi pemerintah -dalam hal ini Kementerian ESDM- dalam menangani persoalan PT Freeport Indonesia. Staf Khusus Menteri ESDM Hadi Djuraid, menanggapi hal ini. 

Dia menjelaskan, tidak sedikit pihak yang menghakimi Pemerintah saat ini dengan sebutan tidak konsisten, melunak, dipecundangi, dan sebagainya. Terkait hal itu, ia meminta agar publik dan pihak-pihak berkepentingan tidak tersesat oleh informasi yang tidak akurat dan tidak sesuai fakta. 

Dia juga menyampaikan sejumlah hal sebagai bentuk klarifikasi atas berbagai isu yang berkembang.

Dalam berunding dengan Freeport, menurut Hadi, Kementerian ESDM mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan PP Nomor 1 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Minerba.

Atas dasar itu, posisi dan sikap Kementerian ESDM adalah menggunakan perundingan untuk memastikan Freeport mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51%.

"Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya," terangnya melalui siaran tertulis yang diterima KONTAN, Kamis (6/4).

Sebelumnya, dalam konferensi pers 10 Februari 2017, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson tegas menolak perubahan KK menjadi IUPK, menolak membayar bea keluar ekspor konsentrat, dan menolak divestasi saham 51%. Ditambah lagi, Freeport juga akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional jika dalam 120 hari tidak tercapai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia.

"Dengan demikian, ketika mengawali perundingan pada Februari 2017, standing position kedua belah pihak sangat jelas. Kedua belah pihak sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017," ungkapnya.

Adapun fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK. Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi FI di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya.

Setelah empat pekan berunding, Freeport sepakat menerima IUPK. Meski demikian Freeport meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari. Maka dari itu, Kementeran ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan.

"Enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut Freeport sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi Freeport, dan divestasi saham 51%," ungkapnya.




TERBARU

[X]
×