Reporter: Ranimay Syarah, Agustinus Beo Da Costa | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) setuju dengan rencana merger antara PT Pertagas dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Setelah merger, PGN kelak akan menjadi anak usaha Pertamina. Untuk itu, Kementerian ESDM menunggu aksi dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk merealisasikan rencana merger tersebut.
Edy Hermantoro, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menyatakan, keputusan Kementerian ESDM setuju atau tidaknya itu tergantung pada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, selama ini, kedua perusahaan tersebut diawasi oleh Kementerian BUMN. "Itu tergantung BUMN, jika mereka setuju, ESDM juga ikut, itu urusan korporasi, biarkan saja dulu pemilik saham yang bicara. Yang berhak bicara keputusan itu mestinya BUMN," ungkap Edy kepada KONTAN, Selasa (19/11). Sebelumnya Menteri BUMN Dahlan Iskan mengusulkan PGN merger dengan Pertagas dan PGN menjadi anak usaha Pertamina.
Heri Poernomo, Sekretaris Dirjen Migas Kementerian ESDM menambahkan, rencana penggabungan PGN dengan Pertagas itu sangat baik. Dalam hal ini, Pertagas menjadi lebih mudah untuk mengakses gas melalui pipa milik PGN. "Lagipula, hal ini nantinya baik untuk konsumen gas, produsen, serta trader gas," imbuh dia.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM Naryanto Wagimin menjelaskan, mekanisme merger antara Pertagas dan PGN memang cukup beralasan. Sebab, bisnis kedua BUMN itu relatif sama. "Caranya yang paling mungkin saham asing di PGN itu di buy back, tapi apa negera punya duit? Kalau gak punya, Pertagas yang dibeli PGN, sebab PGN kan sudah masuk stock market," kata dia. Saham pemerintah di PGN sebesar 56,97% dan publik 43,03% per 31 Oktober 2013.
Kuat-kuatan Lobi
Menanggapi rencana tersebut, Sammy Hamzah, Vice President Indonesian Petroleum Association (IPA) sekaligus Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencurigai, merger tersebut dilatarbelakangi karena persaingan yang tidak sehat antara Pertagas dengan PGN, baik di hulu maupun di hilir.
Menurut Sammy, merger ini seolah-olah untuk mengonsolidasi kegiatan hilir Pertamina. "Jika untuk kepentingan industri migas, lebih baik dipisah. Sebab, dengan adanya kompetisi justru lebih baik baik untuk hulu dan hilir. Memang ini akan menyusahkan Pertamina dan PGN, tapi terjadi kompetisi yang bagus. Tinggal pengaturannya saja, pemerintah yang harus lebih bijak," kata dia.
Sammy mengungkapkan, bila nantinya Pertagas, PGN, dan Pertamina bergabung, Pertamina akan menjadi lebih leluasa dalam menguasai infrastruktur pipa yang telah digarap PGN.
Sammy mensinyalir, upaya penggabungan ini terkait program open access. PGN kerap menyatakan keberatannya. "Jika digabung justru akan menjadi monopoli, kalau dipisah justru lebih efisien. Pertamina maunya nanti gak perlu pusing-pusing lagi mengawasi kompetitor, dalam hal ini PGN yang merupakan BUMN juga," imbuhnya.
Soal pemerintah yang akan setuju atau tidak, menurut Sammy, tergantung lobi masing-masing pihak. "Jika lobi Pertamina kuat, kemungkinan akan disetujui, tapi jika PGN lebih kuat, akan tetap dipisah," kata dia.
Boks
Perang syaraf soal wacana merger PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertagas dimulai. PGN hanya ingin mengakuisisi Pertagas, tidak ingin menjadi anak usaha Pertamina. Untuk itu, PGN siap memakai uang kas perusahaan untuk mengakuisisi 100% saham Pertagas.
Sekretaris Perusahaan Perusahan Gas Nasional (PGN) Heri Yusuf mengatakan, pada prinsipnya, PGN siap untuk mengakuisisi 100% saham milik Pertagas jika diperintahkan oleh pemerintah.
"Dana dari kas internal PGN sendiri cukup untuk mengakuisisi Pertagas. Kalau kurang, ya kami mencari pinjaman," ungkap Heri kepada KONTAN, Selasa (19/11).
Kata Heri, Pertamina tidak bisa begitu saja bisa mengakuisisi PGN. Pengambilalihan PGN oleh Pertamina itu tentu harus mengikuti mekanisme yang ditentukan oleh aturan Bursa Efek Indonesia karena PGN adalah perusahaan publik. "Jika pemegang saham minoritas dalam RUPS tidak setuju, tentu tidak bisa diambil alih," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News