kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fokus tingkatkan penjualan, produsen cap Kaki Tiga belum miliki rencana ekspansi


Minggu, 04 Agustus 2019 / 17:19 WIB
Fokus tingkatkan penjualan, produsen cap Kaki Tiga belum miliki rencana ekspansi


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kino Indonesia Tbk akan berfokus untuk meningkatkan penjualan. Adapun pertumbuhan yang ditargetkan di tahun 2019 adalah sebesar 30% dibandingkan tahun lalu.

“Belum ada rencana corporate action lain,” ujar Direktur Keuangan Kino Indonesia, Budi Mulyono kepada Kontan.co.id, Minggu (4/8).

Pada tahun 2018, PT Kino Indonesia Tbk mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 3,61 triliun. Dengan demikian, nilai penjualan bersih yang ditargetkan di tahun 2019 adalah sebesar Rp 4,69 triliun.

Baca Juga: Sejak Juni Lalu, Harry Sanusi Sudah Memborong 5,17 Juta Saham KINO

Sementara itu, penjualan bersih yang telah diraih pada semester I 2019 mencapai Rp 2,23 triliun. Besaran ini terdiri atas penjualan bersih produk segmen pemeliharaan dan perawatan tubuh sebesar Rp 1,1 triliun, segmen minuman sebesar Rp 833 miliar, segmen makanan dan makanan hewan sebesar Rp 188 miliar, dan segmen farmasi sebesar Rp 112 miliar.

Meski berfokus pada upaya peningkatan penjualan, Budi mengaku pihaknya siap berupaya memenuhi permintaan yang diperkirakan terus berkembang dengan menambah kapasitas produksi untuk produk-produk Kino Indonesia.

Dalam melakukan hal ini, Kino Indonesia telah menggelontorkan anggaran belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp 300 miliar di tahun 2019. Dana tersebut sebagian besar diperoleh dari dana penawaran umum (initial public offering/IPO).

Baca Juga: Platform ecommerce Potensiana.com bisa ungkit komoditas unggulan daerah

Sejauh ini, realisasi dari anggaran tersebut telah mencapai sekitar Rp 200 miliar atau setara dengan 66,66% dari total capex yang dianggarkan.

Sebagian besar dari anggaran tersebut dialokasikan untuk menambah kapasitas produksi. Namun demikian, Budi mengaku tidak dapat merinci sejauh apa peningkatan kapasitas produksi yang berusaha ingin dicapai.

Untuk diketahui, Kino Indonesia saat ini memiliki empat pabrik yang berlokasi di Cikembar (Sukabumi), Sayung (Semarang), Cikande (Banten), Cidahu (Jawa Barat), dan Pandaan (Jawa Timur). Keempat pabrik tersebut memiliki fungsi serta kapasitas produksi yang berbeda.

Baca Juga: Kino Indonesia (KINO) intip pasar Asia Selatan

Pabrik yang berlokasi di Cikembar (Sukabumi, Jawa Barat) memiliki fungsi untuk mengelola proses produksi untuk produk pemeliharaan dan perawatan tubuh. Pabrik ini memiliki 54 lini produksi serta kapasitas produksi sebesar Rp 42.834 kiloliter di tahun 2018.

Selanjutnya, pabrik yang berlokasi di Sayung, Semarang, berfungsi untuk memproduksi permen, makanan ringan, dan minuman bubuk. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi sebesar 9.586 ton di tahun 2018.

Sementara itu, pabrik yang berlokasi di Cikande (Banten), Cidahu (Jawa Barat), dan Pandaan (Jawa Timur) memiliki fungsi untuk memproduksi produk minuman. Total kapasitas produksi yang dimiliki oleh ketiga pabrik ini adalah sebesar 241.359 kiloliter di tahun 2018. Hingga akhir tahun 2018, ketiga parbik ini memiliki 20 lini produksi.

Selanjutnya pabrik yang berlokasi di Cikande (Banten) juga memiliki fungsi untuk memproduksi produk farmasi dengan kapasitas sebesar 530 kiloliter di tahun 2018. Hingga 31 Desember 2018. Pabrik ini telah memiliki 5 lini produksi.

Baca Juga: Produsen Cap Kaki Tiga Akuisisi Perusahaan India, Ini Tujuannya

Menurut keterangan Budi, beban pokok penjualan dari kegiatan produksi yang dilakukan Kino Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh biaya bahan baku dan biaya packaging. Sementara itu, biaya upah untuk tenaga kerja hanya memiliki kontribusi yang kecil dalam total beban pokok penjualan, yakni sekitar 6%.

Oleh karena itu, penghematan biaya umumnya dilakukan dengan otomatisasi produksi dan efisiensi alokasi buruh yang mengutamakan kualitas dan produktivitas kerja, bukan kuantitas pekerja.

“Kami tidak berada di sektor padat karya yang mengharuskan kami (untuk) memiliki tenaga kerja tanpa bisa digantikan fungsi otomatisasi,“ terang Budi kepada Kontan.co.id.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×