Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. PT Freeport Indonesia berharap, gugatan arbitrase internasional ke Pemerintah Indonesia urung terlaksana. Perusahaan ini mau melanjutkan kegiatan operasi tambang bawah tanah atau underground mining lantaran sudah terlanjur membuat jalur terowongan tambang bawah tanah di sana.
Wahyu Sunyoto, Senior Vice President Geo Enginering Freeport Indonesia, berharap, Freeport dan pemerintah Indonesia bisa mendapatkan solusi dari proses negosiasi antara Freeport dan pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bakal berlangsung hingga enam bulan ke depan.
Bila ada solusi, tentu langkah arbitrase tidak jadi terlaksana. "Harapan kami, pemerintah dan Freeport duduk bareng, mencari solusi kedepan, saya sebagai geolog tidak berharap arbitrase," katanya, dalam forum diskusi Bagaimana Nasib KK Freeport? Senin (20/17).
Sebab, bila proses arbitrase terlaksana, Freeport harus menghentikan proses penambangan khususnya tambang bawah tanah. Ini bisa mengancam potensi cadangan produksi Freeport.
Maklum, kegiatan produksi tambang bawah tanah Freeport ini memakai metode block caving atau menggali terowongan menuju tempat cadangan bijih mineral di bawah tanah. Setelah itu meledakkan badan bijih mineral hingga hancur di dalam tanah, lalu menariknya keluar secara bertahap lewat jalur terowongan yang sudah dibuat.
Nah, metode tambang gali terowongan ini membutuhkan kesinambungan. Artinya, proses penarikan bahan mineral dari terowongan harus dibarengi pemeliharaan terowongan tambang tersebut.
Bila proses produksi tambang terhenti, maka bisa jadi, terowongan tambang ini bisa tertimbun tanah yang terbawa dari aliran air hujan. Apalagi kondisi saat ini masuk musim hujan.
Wahyu semakin khawatir bila hal itu terjadi. Soalnya, tambang yang tidak terawat membuat beban tanah di atas permukaan bakal semakin berat. Ini bisa jadi membuat terowongan tambang yang sudah dibuat bisa runtuh dan tertimbun. Imbasnya, cadangan mineral yang sudah ditemukan tidak bisa diproduksi.
Masih negosiasi
Berdasarkan data Freeport Indonesia, produksi bijih mineral mentah (ore) tambang bawah tanah dalam kondisi normal bisa mencapai 50.000 ton per hari. Nah, kini hanya tinggal 15.000 ton saja atau sekitar 25% dari kondisi semula.
Sejatinya, Freeport Indonesia berencana menambang konsentrat pada bulan ini terkait dengan mulai beroperasinya PT Smelting di Gresik lantaran sudah mendapat izin ekspor dari pemerintah.
Irwandy Arif, Ketua Indonesia Mining Institute, menyatakan, dalam metode gali terowongan, produksi tambang berarti sekaligus perawatan tambang. Nah, ketiga produksi terganggu, proses perawatannya berkurang. "Badan bijih yang sudah dihancurkan di dalam tanah tetapi tidak segera ditarik keluar, bisa terjadi akumulasi tekanan. Belum lagi ada curah hujan tinggi dan badan bijih yang sudah diledakkan di bawah tanah terkena air," katanya ke KONTAN (20/3).
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, bilang saat ini negosiasi dengan Freeport masih belum mencapai kata sepakat. Namun proses negosiasi ini masih terus berlangsung hingga menemukan solusi terbaik. "Setiap hari Selasa kami selalu adakan pertemuan dengan Freeport," terangnya (20/3).
Bambang menepis anggapan pemerintah berencana mengeluarkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara untuk Freeport Indonesia sebagai solusi polemik perizinan perusahaan tambang ini yang tak kunjung beres. "Tidak ada aturan itu," kilahnya.
Yang jelas, pemerintah ingin ada perbaikan pendapatan dari kegiatan pertambangan Freeport Indonesia di bumi Papua. Yakni mengubah pajak dari naildown menjadi prevailling. "Ini sudah 50 tahun. Tentunya pemerintah berharap suatu kenaikan pendapatan negara, Ini hal yang wajar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News