Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Toyota Motor Corporation akan berkolaborasi dengan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) dalam pengembangan industri bioethanol di Indonesia. Rencananya keduanya akan membangun fasilitas produksi bioethanol di Lampung dengan kapasitas 60.000 kiloliter per tahun.
Investasi ini akan menjadi bagian dari strategi global Toyota untuk mengamankan pasokan bahan bakar bagi kendaraan flex-fuel berbasis bioethanol, sekaligus mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dalam transisi energi hijau dan pengurangan ketergantungan pada bahan bakar fosil impor.
Hal ini diungkapkan oleh Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu yang baru saja menggelar pertemuan dengan Masahiko Maeda, CEO Asia Region Toyota Motor Corporation, di Tokyo, Jepang pekan lalu.
Pertemuan juga diikuti dengan kunjungan ke fasilitas riset Research Association of Biomass Innovation for Next Generation Automobile Fuels (RABIT) di Fukushima, yang fokus mengembangkan teknologi bahan bakar bioethanol.
Todotua menyampaikan apresiasi atas komitmen Toyota dalam mendukung program pemerintah di bidang energy security dan transisi energi hijau.
Ia menjelaskan, pemerintah telah menetapkan kebijakan mandatory blending bioethanol 10% (E10) mulai 2027. Dengan kebutuhan bahan bakar lebih dari 40 juta kiloliter per tahun, Indonesia akan membutuhkan sekitar 4 juta kiloliter bioethanol
"Peluang inilah yang ditangkap oleh Toyota yang juga sudah mengembangkan mobil berbahan bakar bioethanol di banyak negara," ujar Todotua dalam keterangannya, Senin (10/11/2025).
Sebagai proyek perintis, Toyota akan bekerja sama dengan Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE) untuk membangun fasilitas produksi bioethanol di Lampung dengan kapasitas 60.000 kiloliter per tahun.
Nilai investasi awal mencapai Rp2,5 triliun, dengan target pembentukan perusahaan patungan (JV) pada awal 2026.
"Investasi ini menjadi langkah awal yang diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang ekspor ke negara lain," katanya.
Toyota melalui RABIT kini tengah mengembangkan bioethanol generasi kedua yang bersumber dari biomassa non-pangan seperti limbah pertanian dan tanaman sorgum. Teknologi ini dinilai sangat relevan dengan potensi agrikultur Indonesia yang melimpah dan kondisi agroklimat yang cocok untuk budidaya secara berkelanjutan.
"Kemarin saat kunjungan kami juga telah berdiskusi dengan RABIT, bahwa teknologi pabrik bioethanol generasi kedua ini dapat memanfaatkan berbagai macam limbah pertanian (multi feedstock), sehingga teknologinya cocok dengan Indonesia yang tidak hanya memiliki potensi tanaman sorgum, tetapi bisa juga dari tebu, padi, singkong, kelapa sawit, aren dan lain-lain," tutur.
Berdasarkan Roadmap Hilirisasi Investasi Strategis yang dimiliki Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, sejumlah wilayah seperti Lampung telah disiapkan untuk menjadi sentra pengembangan industri bioethanol, dengan dukungan bahan baku dari tebu, singkong, dan sorgum.
Investasi di sektor ini diproyeksikan tidak hanya memperkuat rantai pasok energi bersih, tetapi juga membuka lapangan kerja baru dan mendorong kesejahteraan petani lokal di daerah.
"Sebagai pioneer project, tadi sudah didiskusikan akan bekerjasama dengan Pertamina NRE (New Renewable Energy) di Lampung, untuk bahan bakunya juga tidak hanya dari perusahaan tapi juga melibatkan petani dan koperasi tani setempat sehingga juga dapat menggerakan perekonomian di daerah, nantinya untuk suplai energi juga diintegrasikan dengan plant geothermal dan hidrogen milik Pertamina," tutupnya.
Selanjutnya: Won Korsel Menguat Paling Tinggi Senin (10/11), Mata Uang Asia Lainnya Relatif Stabil
Menarik Dibaca: Terus Menanjak, Cek Harga Emas Antam Hari Ini Senin 10 November 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












