kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.250.000   11.000   0,49%
  • USD/IDR 16.623   32,00   0,19%
  • IDX 8.114   -4,72   -0,06%
  • KOMPAS100 1.118   -0,97   -0,09%
  • LQ45 783   -1,72   -0,22%
  • ISSI 286   0,14   0,05%
  • IDX30 412   -0,84   -0,20%
  • IDXHIDIV20 464   -2,90   -0,62%
  • IDX80 123   0,06   0,05%
  • IDXV30 133   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 129   -0,88   -0,68%

Gangguan Pasokan Gas Mengancam Industri Dalam Negeri


Rabu, 20 Agustus 2025 / 16:21 WIB
Gangguan Pasokan Gas Mengancam Industri Dalam Negeri
ILUSTRASI. Tak cuma soal gangguan pasokan gas, kebijakan kuota pemanfaatan harga gas bumi tertentu (HGBT) juga berpotensi membuat sejumlah sektor tertekan. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/nz


Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri dalam negeri tengah dihantui gangguan  pasokan gas bumi. Tak cuma soal gangguan pasokan gas, kebijakan kuota pemanfaatan harga gas bumi tertentu (HGBT) juga berpotensi membuat sejumlah sektor tertekan.

Sejumlah asosiasi industri mengaku cemas. Pasalnya, keberlangsungan usaha sangat ditentukan oleh kepastian pasokan energi, khususnya gas bumi yang selama ini menjadi penopang utama operasional pabrik.  Selain dapat menurunkan  kinerja produksi, gangguan pasokan ini juga dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik (INAPLAS) Fajar Budiono mengatakan, ada dua persoalan besar yang tengah dihadapi pelaku industri yaitu pasokan dan harga.

Pasokan gas turun karena adanya maintenance di sejumlah titik prioritas. "Sementara harga gas yang tinggi berpengaruh langsung terhadap harga jual, sehingga kita tidak bisa bersaing,” ungkap Fajar dalam keterangannya, Kamis (20/8).

Baca Juga: Efek Pasokan Gas Seret Makin Meluas

Menurutnya, beban industri juga semakin berat karena adanya pembatasan volume HGBT. Dalam aturan yang berlaku, pelanggan hanya diperbolehkan memanfaatkan volume gas HGBT sebanyak 48%.

Sementara itu, penggunaan gas di atas kuota tersebut dikenakan surcharge 120% dari harga US$14,8 per MMBTU atau setara US$17,8 per MMBTU. Skema ini membuat biaya produksi semakin tinggi dan mempersempit ruang gerak industri untuk menjaga daya saing.

Fajar bilang, persoalan tersebut semakin menekan industri plastik nasional yang saat ini sedang berhadapan dengan gempuran produk impor, khususnya dari China.

Serbuan barang impor asal China, contohnya terasa di industri bahan baku plastik.

"Dulu mereka masih menjadi importir, sekarang sudah beralih menjadi eksportir. Kita sudah kewalahan, apalagi harga barang dari China jauh lebih murah,” ujar Fajar.

Kondisi ini dinilai berdampak langsung terhadap utilitas pabrik dalam negeri yang semakin rendah. Fajar mengatakan, beberapa perusahaan bahkan sudah menghentikan produksinya karena tidak mampu lagi bersaing.

“Dampaknya, utilitas kita menurun, bahkan ada satu pabrik yang kini sudah berhenti produksi karena tidak mampu bersaing dengan produk dari China,” pungkas Fajar.

Baca Juga: Mengukur Dampak Pembatasan Pasokan Gas Terhadap Industri Manufaktur

Pembatasan kuota gas dan tingginya harga juga dinilai bakal  menekan rantai industri hilir. Jika hal ini tidak segera dihentikan, industri hilir yang menjadi penopang banyak lapangan kerja bisa terpuruk, dan pada akhirnya ketergantungan pada produk impor akan semakin sulit dihindari.

Kelangsungan produksi juga sepenuhnya bergantung pada kepastian pasokan gas. Tanpa pasokan energi yang memadai, pabrik akan berhenti beroperasi.
“Jika produksi berhenti, perusahaan otomatis tidak mendapat pemasukan. Ujung-ujungnya pasti berakhir pada PHK,” jelasnya.

Fajar pun berharap pemerintah segera turun tangan untuk memberi kepastian. Ia menegaskan, data dan kebijakan yang diambil harus berdasarkan kondisi riil di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag


TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×