kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.923.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.335   -60,00   -0,37%
  • IDX 7.167   24,52   0,34%
  • KOMPAS100 1.045   4,88   0,47%
  • LQ45 815   2,85   0,35%
  • ISSI 224   0,76   0,34%
  • IDX30 426   1,90   0,45%
  • IDXHIDIV20 505   1,29   0,26%
  • IDX80 118   0,58   0,49%
  • IDXV30 120   0,61   0,51%
  • IDXQ30 139   0,24   0,17%

Gapmmi: Cukai minuman berpemanis merugikan


Minggu, 12 November 2017 / 19:30 WIB
Gapmmi: Cukai minuman berpemanis merugikan


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana cukai terhadap minuman kemasan berpemanis mencuat. Hal tersebut ditanggapi pelaku usaha makanan dan minuman sebagai penghambat laju bisnis sektor itu sendiri.

Menurut Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (Gapmmi) jika cukai dikenakan hal tersebut bakal berdampak besar bagi industri, di mana produsen harus menaikkan harga.

Lebih lanjut ia menerangkan, pernah dilakukan study elasticity produk minuman oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi & Masyarakat UI di mana Elasticity bisnis minuman berada di level 1,7.

"Artinya ada kenaikan 1% saja pada harga jual akan menurunkan penjualan 1,7%," ujar Adhi kepada Kontan.co.id, Minggu (12/11).

Adapun pemerintah menerapkan cukai dengan alasan, bahan baku minuman kemasan berpemanis dapat memicu berbagai penyakit, seperti obesitas, diabetes dan gangguan kesehatan lainnya.

Gapmmi menilai tidak seharusnya minuman kemasan berpemanis dikenai cukai hanya karena alasan kesehatan. Sebaiknya pemerintah lebih baik menggencarkan sosialisasi daripada mengenakan cukai pada minuman berpemanis.

"Sudah beberapa kali kami sampaikan (pada pemerintah), bahwa kerugian akan dialami semua pihak," sebut Adhi. Lantaran harga yang naik, konsumen minuman dapat dirugikan.

Produsen pun juga demikian karena penjualan dapat terancam turun. "Dari segi pemerintah secara neto akan rugi karena kenaikan cukai lebih kecil daripada penurunan pajak-pajak dari Pph badan, PpN, PpH 21 dan lainnya," urai Adhi.

Alhasil bisnis sektor makanan dan minuman dapat terganggu. Adhi menyesalkan jika hal ini bisa dianggap kontraproduktif terhadap keinginan pemerintah sendiri akan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

"Akan semakin menurunkan daya saing industri, ujung-ujungnya bisa jadi malah impor produk jadi," tukasnya.

Apakah ada tren produsen berpindah ke produksi minuman rendah gula (low sugar)? Adhi belum melihat ke arah tersebut. Sebab pada dasarnya minuman rendah gula tetap memerlukan bahan baku pemanis. "Walau kecil gula nya tetap berpemanis," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×