kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gapmmi: Penerapan revolusi industri 4.0 terkendala minimnya provider teknologi


Minggu, 02 Desember 2018 / 18:27 WIB
Gapmmi: Penerapan revolusi industri 4.0 terkendala minimnya provider teknologi
ILUSTRASI. Penjualan minuman kemasan


Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) menyebut keinginan pelaku industri makanan dan minuman untuk menerapkan revolusi industri 4.0 cukup tinggi. Namun, keinginan tersebut harus menemui beberapa kendala.

Menurut Ketua Umum Gapmmi Adhi S. Lukman kendala tersebut salah satunya adalah kurangnya penyedia jasa atau provider pihak ketiga yang bisa membantu pelaku industri menerapkan revolusi industri 4.0. 

"Kebanyakan dari kami ini melibatkan pihak ketiga tapi justru sekarang permasalahannya mereka itu jumlahnya masih kurang, apalagi yang di dalam negeri. Banyak perusahaan yang mau menerapkan tapi malah harus antri," kata dia kepada Kontan.co.id, Minggu (2/12).

Dalam menghadai persoalan tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemprin) juga ikut membantu para pelaku industri. Kemprin sendiri telah melakukan kerjasama dengan sejumlah provider teknologi dari berbagai negara seperti Australia, Singapura, dan Taiwan untuk membantu para pelaku industri. 

"Ini salah satu upaya dari pemerintah untuk mengisi kekosongan," tegas Adhi. Ia menyebut dukungan pemerintah kepada pelaku industri makanan dan minuman terkait penerapan revolusi industri 4.0 sudah cukup baik. Dengan adanya dukungan tersebut maka industri makanan dan minuman di Tanah Air bisa berkembang di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Sejauh ini menurut Adhi pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia yang sudah menerapkan revolusi industri 4.0 masih didominasi oleh perusahaan berskala menengah hingga besar. Namun, sebagian diantaranya belum menerapkan secara penuh." Belum 100%, ada yang baru menerapkan di bagian produksinya saja, di distribusinya saja, logistiknya saja, pergudangan saja, jadi masih parsial," kata dia.

Terkait dengan seberapa besar anggaran yang dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk mengimplementasikan revolusi industri 4.0, Adhi menyebut anggaran masing - masing perusahaan berbeda tergantung dengan kebutuhannya. "Ada perusahaan yang investasi besar - besaran untuk menghadapi hal ini, ada pula yang malah sebaliknya, lihat kebutuhannya," kata dia.

Sebagai informasi, industri makanan dan minuman telah ditetapkan sebagai salah satu sektor manufaktur nasional yang telah siap menjadi percontohan terhadap penerapan revolusi Industri 4.0 di Tanah Air. Kinerja positif yang terus ditunjukkan oleh industri makanan dan minuman belakangan ini membuka peluang untuk semakin berdaya saing dalam berkompetisi di pasar global.

Kemprin mencatat, nilai ekspor produk mamin nasional pada tahun 2017 mencapai 11,5 miliar dollar AS, naik dibanding tahun 2016 yang berada di angka 10,43 miliar dollar AS. Sementara itu, laju pertumbuhan industri mamin pada tahun 2017 mencapai 9,23% atau melesat jauh di atas pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 5,07%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×