Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
GAPPRI juga menyoroti semua kebijakan terkait IHT di RPJMN ini tidak akan muncul jika melalui proses standar prosedur perumusan kebijakan publik yang mensyaratkan tiga dimensi, yakni transparansi, partisipasi dan dukungan bukti.
Menurut GAPPRI upaya pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan melalui kenaikan tarif cukai ke depan sebaiknya mempertimbangkan indikator ekonomi, misalnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi serta kondisi daya saing.
Baca Juga: Omnibus law bisa ungkit ekonomi, tapi Bank Dunia minta RI tak bergegas, ini alasannya
Dalam catatan GAPPRI, pemerintah setiap tahun membuat kebijakan cukai yang terlalu eksesif. Hal ini berdampak pada tutupnya pabrik, selain juga memicu tumbuhnya produk ilegal di pasar rokok kelas kecil dan menengah.
Oleh karena itu, GAPPRI meminta pemerintah mempertahankan struktur tarif cukai hasil tembakau sebagaimana diatur dalam PMK No. 152/PMK.010/2019.
"Struktur tarif cukai hasil tembakau yang terdiri dari 10 layer adalah paling ideal, berkeadilan dan bijak bagi jenis produk serta golongan pabrik I, II dan III (besar, menengah, dan kecil) yang banyaknya 700-an unit pabrik aktif dengan ukuran/skala dan pasar yang bervariasi," kata Henry.
Baca Juga: Hingga 13 Juli, realisasi fasilitas bea masuk untuk tangani Covid-19 capai Rp 1,5 T
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News