kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gaprindo: Revisi PP No 109 tahun 2012 tidak libatkan pelaku industri rokok


Jumat, 27 Desember 2019 / 16:06 WIB
Gaprindo: Revisi PP No 109 tahun 2012 tidak libatkan pelaku industri rokok
ILUSTRASI. Pekerja memproduksi rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) secara manual di pabrik rokok PT Praoe Laja.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) keberatan dengan langkah Kementerian Kesehatan yang bakal merevisi Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 yang mengatur tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tanpa melibatkan pelaku industri rokok. 

Ada sejumlah poin yang akan diubah oleh Kementerian Kesehatan yakni perubahan ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40% menjadi 90% dari total kemasan, pelarangan penggunaan bahan tambahan, dan pelarangan iklan di sejumlah media. 

Baca Juga: Saham Industri Manufaktur Merosot, Begini Rekomendasi Analis

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie menyatakan keberatan karena usulan revisi ini tidak melibatkan para pelaku industri rokok. 

"Proses revisi ini mendapat penolakan dari para pelaku industri serta asosiasi karena Kementerian Kesehatan tidak terbuka menyampaikan latar belakang perlunya revisi atas PP No.109 tahun 2012 ini," jelasnya Senin (23/12).  

Muhaimin menjelaskan para pemangku kepentingan seperti asosiasi industri, asosiasi petani, pedagang, hingga konsumen juga tidak pernah dilibatkan dalam proses revisi ini.

Muhaimin mengakui senantiasa berkoordinasi dan sepenuhnya menghormati upaya Pemerintah dalam mengendalikan konsumsinya. Namun selayaknya, dalam mencari solusi yang adil dan berimbang, pemerintah turut mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial terhadap seluruh rantai pasok IHT. 

"Tidak ketinggalan melibatkan dan menampung masukan para pemangku kepentingan IHT, termasuk pelaku industri," ujarnya. 

Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh asosiasi tembakau lainnya, Muhaimin meyakini bahwa PP No. 109 tahun 2012 yang berlaku saat ini sebetulnya telah mengakomodasi dengan tepat hak pelaku industri maupun hak publik. 

Baca Juga: Profil Bambang Hartono, owner BCA yang menjadi nasabah BRI

Asosiasi mengusulkan pemerintah dapat fokus kepada upaya nyata yang dapat dilakukan untuk menekan angka prevalensi perokok, seperti edukasi dan pengendalian akses juga konsumsi rokok oleh anak serta remaja.

Muhaimin menjelaskan lebih lanjut, banyak upaya strategis yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok di bawah umur tanpa harus menekan keberlangsungan IHT, misalnya sosialisasi kepada pengecer/peritel; memasukkan materi bahaya merokok ke dalam kurikulum pendidikan; edukasi mengenai pengasuhan anak bagi orang tua; pertemuan rutin bersama kelompok pemuda di daerah, dan lainnya. 

Meski upaya atas pengendalian konsumsi produk tembakau semestinya menjadi tanggung jawab Pemerintah, namun para anggota Gaprindo juga telah ikut berkontribusi mengkomunikasikan pelarangan akses rokok oleh anak dan remaja sesuai dengan PP No. 109 tahun 2012. 

Ke depannya Gaprindo juga menyampaikan rencana untuk melanjutkan program sosialisasi kepada peritel di lapangan.

Lebih lanjut, Muhaimin berharap hendaknya pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan proses revisi PP No.109 tahun 2012. Muhaimin juga meminta pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan untuk membuka pintu diskusi dengan industri guna menghasilkan solusi yang tepat bagi seluruh pihak.  

Muhaimin bilang  jika upaya pengendalian konsumsi ini tidak diputuskan dengan bijak dan akomodatif bagi seluruh pihak, hanya akan menimbulkan dampak lanjutan yang malah merugikan Pemerintah dan masyarakat sendiri. 

Baca Juga: Unilever (UNVR) akan stock split di Januari 2020, ini rekomendasi analis

Secara ekonomi, IHT di Indonesia masih menjadi penyumbang yang signifikan dalam pendapatan negara. Pemasukan pendapatan nasional cukai di tahun 2018 mencapai Rp 153 triliun berkontribusi pada setidaknya 95,8% cukai nasional. 

Dikhawatirkan jika proses revisi PP No.109 tahun 2012 terus berlangsung tanpa melibatkan seluruh rantai pasok industri dari hulu hingga hilir, akan berdampak luas terhadap perekonomian Indonesia. 

Mulai dari semakin banyaknya pabrikan-pabrikan yang terpaksa gulung tikar dan  menyebabkan meningkatnya angka pengangguran. Hingga beralihnya konsumen dari produk resmi ke produk ilegal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya dan menyebabkan kerugian pendapatan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×