kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gaprindo: Tarif cukai 2018 paling tinggi 4,8%


Senin, 18 September 2017 / 21:28 WIB
Gaprindo: Tarif cukai 2018 paling tinggi 4,8%


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Muhaimin Moefti, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyampaikan bahwa kenaikan cukai terlalu tinggi akan memicu maraknya perdagangan rokok ilegal dan mempercepat kematian industri rokok nasional.

Hal ini membahayakan penerimaan negara dari cukai dan kelangsungan usaha serta tenaga kerja di dalamnya.

“Di tengah terus menurunnya industri dalam beberapa tahun terakhir ini. Kami berharap persentase kenaikan tarif cukai tahun 2018 paling tinggi adalah 4,8 %, yaitu sama dengan persentase kenaikan target penerimaan cukai seperti tercantum di RAPBN 2018. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” kata Moefti dalam keterangan pers, Senin (18/9).

Selain dari sisi tarif, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan bahwa saat ini sistem cukai di Indonesia tergolong rumit, sehingga pada akhirnya menimbulkan menjamurnya rokok ilegal.

“Sistem cukai rokok yang rumit menimbulkan peluang kesalahan personifikasi perusahaan, jual beli pita cukai antara perusahaan kecil ke perusahaan besar dan memperlambat proses pencetakan pita cukai,” tutupnya.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menyampaikan bahwa pihaknya sedang mencari strategi yang optimal untuk memenuhi target pendapatan yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2018 sebesar Rp 155,4 triliun.

“Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pengawasan terhadap rokok ilegal, yang kedua adalah mengenai kebijakan tarifnya,” ujar Heru.

Sebelumnya, Heru mengungkapkan bahwa kenaikan cukai rokok untuk 2018 minimum sebesar 8,9 %. Namun demikian, Heru mengatakan juga, bahwa kenaikan cukai yang berlebih pasti akan mendorong produsen dan konsumen memilih produk yang ilegal.

“Kenaikan tarif akan berdampak pada harga jual, sedangkan daya beli masyarakat belum sampai sana. Maka opsinya adalah membeli yang ilegal itu, karena tidak harus bayar cukai,” tambah Heru.

Saat ini, menurut survei yang dilakukan Universitas Gadjah Mada (UGM), tingkat ketersediaan rokok ilegal di Indonesia terus mengalami kenaikan, dari 11,73 % di 2014 menjadi 12,14 % di 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×