kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

GPMT: Kondisi Pandemi dan Konflik Rusia-Ukraina Tekan Industri Pakan Dalam Negeri


Kamis, 10 Maret 2022 / 21:56 WIB
GPMT: Kondisi Pandemi dan Konflik Rusia-Ukraina Tekan Industri Pakan Dalam Negeri
ILUSTRASI. Pakan ternak


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai dari konflik panas antara Rusia dan Ukraina menekan industri pakan dalam negeri.

Mengingat, struktur harga pakan 80% hingga 85% dipengaruhi oleh harga raw material. Maka apabila harga bahan pakan meningkat, secara domino akan berpengaruh kepada cost produksi pakan itu sendiri.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan, akibat pandemi Covid-19 produksi pakan turun sekitar 10%. Di mana tahun 2019 pabrik-pabrik pakan di Indonesia total memproduksi 20,5 juta ton per tahun, kemudian menurun menjadi 18,9 juta ton per tahun di 2020.

Namun tahun 2021 terjadi perbaikan dengan meningkatnya produksi pakan nasional mendekati 20,5 juta ton atau menyamai saat tahun 2019. GPMT berharap tahun 2022 ini produksi pakan dapat tumbuh 3% sampai 5% menjadi 21,5 juta ton untuk pakan agro.

"Jadi mati hidupnya pakan agro itu ditentukan oleh industri unggas karena 90% konsumsi pakan agro itu dari unggas. Maka kalau ada penurunan demand di masyarakat untuk telur dan daging unggas maka dampaknya akan berpengaruh juga ke permintaan pakan ayam," ujarnya dalam Webinar Agrina TV, Kamis (10/3).

Baca Juga: Kinerja Tumbuh Positif, Simak Rekomendasi Saham JPFA

Tantangan industri pakan di Indonesia pertama ialah kenaikan harga bahan pakan termasuk diantaranya adalah jagung. Desianto menyayangkan kondisi panen raya saat ini nyatanya belum dapat menurunkan harga jagung.

"Kenapa pada waktu panen raya tidak menurunkan harga jagung? Karena baik silo gudangnya sangat lapar sekali jadi ketika berapapun yang dihasilkan oleh panen itu jadi rebutan buat peternak maupun pabrik pakan. Itulah sebabnya panen raya ini tidak menurunkan harga jagung malah bahkan sekarang sudah mencapai Rp 5.800," ungkapnya.

Kondisi tersebut diikuti secara global dengan naiknya komoditi gandum, jagung dan minyak. Bahkan kenaikan bahan pakan diperparah dengan konflik antara Rusia dan Ukraina.

Lantaran konflik tersebut menyebabkan logistik hasil pertanian sulit keluar. Sedangkan, Ukraina termasuk penghasil gandum terbesar di dunia. Tantangan berikutnya adalah mahalnya ongkos angkut, ditambah langkanya kontainer.

"Ini yang mendongkrak lebih cepat harga komoditas pertanian di dunia," imbuhnya.

Kemudian tantangan dari dalam negeri ialah belum semua bahan pakan yang diimpor mendapatkan bebas PPN. Padahal sudah banyak negara membebaskan pajak untuk bahan pakan yang masuk ke negaranya.

Kondisi harga bahan pakan lokal terutama jagung juga ikut menekan industri pakan di dalam negeri. Adapun dari 2019 sampai awal 2022 ini harga jagung masih fluktuatif.

"Maret tahun lalu itu Rp 5.000 lebih bahkan akhir tahun kemarin tuh Rp 5.800 terus sekarang posisinya harga jagung itu di lokal Rp 5.500 secara nasional," paparnya.

Baca Juga: Petani Milenial Dituntut Mampu Mengolah Turunan Produksi Pertanian

Desianto menambahkan, konsumsi protein di Indonesia masih rendah juga ikut berpengaruh pada industri pakan nasional. Sebelum pandemi konsumsi protein hewani masih 19,9 kg perkapita pertahun. Kemudian turun karena pandemi menjadi 9,7 kg per kapita per tahun.

Demikian juga dengan konsumsi telur yang masih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Tercatat Indonesia hanya separuh dari jumlah konsumsi telur di negara tetangga kita.

Kemudian adanya importasi ayam dari Brazil juga akan ikut menekan kondisi saat ini. Namun Desianto menyebut, mau tak mau industri perunggasan dalam negeri harus siap bersaing dengan produk unggas dari Brasil.

"Padahal kita tahu Brasil itu lumbung protein dunia. Sekedar informasi bahwa harga jagung sekarang Rp 5.600-Rp 5.700. di Brasil hanya Rp 4.600, bungkil kedelai juga di Indonesia Rp 9.400 tapi di BrasilĀ  Rp 5.600. Artinya kita nggak bisa bersaing ayam dari Brasil, tapi siap gak siap kita harus berhadapan dengan produk ayam dari Brasil," jelasnya.

Sekedar informasi kapasitas produksi pakan dalam negeri ialah 29,7 juta ton per tahun. Di mana sentra produksi pakan 67% banyak berlokasi di Pulau Jawa. Untuk pakan agro atau pakan unggas 50% sampai 60% menggunakan jagung.

Sayangnya karena harga jagung yang tinggi menyebabkan nutrisionis dalam 3 tahun ini membatasi penggunaan jagung untuk pakan.

"Karena jagung sudah di atas Rp 5.500 untuk menekan cost production house nya itu 3 tahun terakhir pemakaian jagung sekitar 35% sampai 45% dari yang seharusnya 50%sampai 60%," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×