Reporter: Fitri Nur Arifenie, Handoyo | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Peningkatan kebutuhan gula untuk industri makanan minuman mendorong lonjakan impor gula rafinasi. Ketua Umum Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI), Suryo Alam, mengungkapkan, sampai akhir tahun nanti, total impor gula rafinasi akan mencapai 2,7 juta ton.
Sebagai perbandingan, tahun lalu, realisasi impor gula rafinasi mencapai 2,65 juta ton. "Sampai Agustus 2013, impor gula rafinasi sudah mencapai 2,2 juta ton," ujar Suryo kepada KONTAN, Selasa (17/9). Artinya, delapan bulan pertama tahun ini, realisasi impor gula rafinasi mencapai 81,48% dari target 2,7 juta ton untuk tahun ini.
Suryo menjelaskan sebenarnya, untuk memenuhi kebutuhan industri makanan minuman diperlukan gula rafinasi sebanyak 3 juta ton. "Karena gula ada penyusutannya," kata Suryo. Hitungan Suryo, impor gula rafinasi sebanyak 2,7 juta ton akan menyusut menjadi 2,5 juta ton gula industri pasca pemrosesan.
Meski demikian, Suryo menyatakan kalangan pebisnis belum berniat mengajukan izin tambahan impor gula rafinasi kepada pemerintah. Meskipun, peluang itu masih terbuka. Sebab, pada Oktober 2013 ada evaluasi gula rafinasi untuk menentukan jumlah impor sampai akhir tahun ini dan tahun 2014. "Bisa ada tambahan, bisa juga tidak ada tambahan," kata Suryo.
Merembes ke pasar
Soemitro Samadikoen, Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengeluh perembesan gula rafinasi di pasar. Ini menyebabkan harga gula lokal jeblok. Soemitro menilai, kuota impor gula rafinasi melebihi kebutuhan industri.
Berdasarkan investigasi anggota APTRI, ada beberapa merek gula rafinasi yang beredar di pasar di Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jakarta. Salah satunya gula merek DSI produksi PT Duta Sugar Internasional milik Grup Wilmar.
Akibatnya, gula kristal putih produksi petani tidak dapat masuk dan kalah bersaing. Padahal sesuai Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan No 527/2004, peredaran gula rafinasi hanya untuk industri makanan dan minuman dan tidak beredar di pasar.
Komisaris Wilmar Indonesia MP Tumanggor membantah peredaran gula DSI di pasar konsumsi. "Saya yakin 1.000% tidak menjual ke pasar tradisional seluruhnya ke industri," tandas Tumanggor.
Suryo juga menyatakan, gula rafinasi tidak menekan harga gula buatan petani lokal. Sebab, harga gula rafinasi lebih tinggi ketimbang harga patokan gula yang ditetapkan pemerintah.
Gula rafinasi dibanderol Rp 10.500 sampai Rp 11.000 per kilogram (kg). Sedangkan harga patokan gula sebesar Rp 8.100 per kg. "Dari sisi harga, gula rafinasi lebih tinggi. Impor gula rafinasi juga masih kurang dari kebutuhan industri," tepis Suryo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News