Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Wacana pemerintah yang akan memperbolehkan produsen gula rafinasi untuk menjual produknya di pasar konsumsi mendapat perhatian bagi kalangan pelaku usaha industri makanan dan minuman. Mereka berharap, agar ada aturan yang jelas sehingga tidak mendistorsi pasar.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan, selama ini yang membedakan antara gula untuk kebutuhan industri dan konsumsi rumah tangga adalah inkumsa-nya. "Selamai ini perbedaan ikumsa di lapangan tidak dapat diketahui," kata Adhi, Kamis (29/9).
Selama ini gula yang dibutuhkan oleh industri memiliki kadar inkumsa antara 20%-45%. Di atas itu, gula dipasarkan di konsumsi rumah tangga. Sekadar catatan, ikumsa tersebut merupakan tingkat keputihan dari gula. Semakin kecil kadar ikumsa pada gula maka semakin bersih.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, saat ini yang dilakukan pemerintah adalah kalkulasi kebutuhan gula nasional. Bagi produsen gula rafinasi sitagih untuk konsistensinya meningkatkan produksi dengan membuka perkebunan tebu. Untuk dapat persetujuan impor maka dalam pengajuannya harus melampirkan faktur pajak tahun lalu.
Untuk menekan harga gula, pemerintah juga akan memperbolehkan perusahaan gula rafinasi menjual di pasar konsumsi. Meski demikian persyaratannya harus dibanderol dengan harga Rp 12.500 per kilogram (kg).
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag yang dijabat oleh Oke Nurwan menambahkan, untuk saat ini aturan pemasaran gula rafinasi belum ada revisi. Namun, bila ada kebijakan untuk dapat memasarkan gula rafinasi ke tingkat konsumsi maka payung hukum yang mengatur kebijakan ini akan dilakukan perbaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News