Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Cuaca yang tidak bersahabat membuat produksi ayam umur sehari atau day old chicken (DOC) terkendala. Harga DOC pun naik dan akan terus naik dalam beberapa bulan ke depan.
Ruri Sarasono, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan), menjelaskan, tren kenaikan harga DOC secara signifikan ini sudah terasa sejak akhir tahun lalu, dan makin menjadi-jadi dalam sepekan terakhir. Lihat saja, saat ini harga DOC di pasaran mencapai Rp 4.500 per ekor. Padahal awal tahun ini, harga DOC masih di kisaran Rp 3.000 per ekor.
Ruri membenarkan, pendorong utama kenaikan harga DOC ini adalah cuaca. Pergantian musim dari kemarau ke penghujan dalam beberapa bulan ini mengakibatkan anakan ayam stres sehingga pertumbuhannya terganggu. "Kenaikan DOC ini berpotensi menaikkan harga produk ayam," katanya kepada KONTAN, Selasa (17/1).
Dia menyebutkan, kebutuhan DOC nasional setiap minggu mencapai sekitar 40 juta ekor. Jumlah itu sebagian untuk memenuhi kebutuhan DOC di wilayah Jakarta yang mencapai sebanyak 1 juta ekor per hari atau 7 juta ekor DOC per minggu.
Sudirman, Direktur Sierad Produce Tbk (SIPD), menyatakan bahwa pergantian cuaca dari musim kemarau ke penghujan menjadi permasalahan utama para breeder. "Kenaikan harga dipengaruhi faktor suplai dan demand. Ini wajar terjadi," katanya.
Selain produksi yang menurun, peningkatan kebutuhan daging ayam menjelang perayaan hari besar seperti Imlek juga menjadi penyebab. Peningkatan konsumsi daging ayam, menurut Sudirman akan secara otomatis mempengaruhi kebutuhan DOC.
Bagi Sudirman, peningkatan harga DOC tentu menggembirakan bagi perusahaannya. Sebab, satu tahun yang lalu harga DOC sempat anjlok hingga di bawah harga pokok produksi (HPP).
Walaupun terkendala cuaca, tahun ini Sierad menargetkan produksi DOC mencapai 130 juta ekor. Jumlah tersebut naik 30% dibandingkan tahun lalu yang hanya 100 juta ekor. "Proyeksi kenaikan produksi ini untuk mengimbangi kenaikan konsumsi daging ayam," terang Sudirman.
Peternak dadakan
Achmad Dawami, Senior Vice President Head of Broiler Division PT Ciomas Adisatwa (anak usaha Japfa Comfeed Tbk), menambahkan, selain faktor cuaca, lonjakan harga DOC ini juga disebabkan oleh peralihan konsumsi dari daging sapi ke daging ayam. Perpindahan itu mendorong kenaikan permintaan ayam. "Ini juga akan mempengaruhi permintaan DOC," terangnya.
Achmad berkeyakinan, dengan dua faktor utama tersebut, harga DOC berpotensi naik terus dalam beberapa waktu ke depan. Perkiraan dia, harga DOC kemungkinan mampu menembus Rp 6.000 per ekor seperti yang terjadi pada tahun 2009.
Nah, biasanya, potensi lonjakan tinggi harga anak ayam ini akan mengundang banyak peternak dadakan untuk memproduksi DOC. Mereka ini mencoba meraih untung dari kenaikan harga DOC dan daging ayam. Padahal gilirannya, pasar akan kelebihan pasokan DOC. "Harga DOC akan kembali turun," kata Ruri.
Menurut Achmad, harga DOC sebesar Rp 4.500 per ekor sebenarnya sudah terlalu tinggi. Berdasarkan hitung-hitungannya, harga ideal DOC berkisar antara Rp 3.500 per ekor sampai Rp 4.000 per ekor di tingkat peternak ayam pedaging.
Harga ideal itu merujuk pada hitungan harga pokok produksi (HPP) yang harus ditanggung oleh perusahaan, yakni berkisar antara Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per ekor. Namun HPP tersebut berlaku saat ini dan bisa berubah setiap saat.
Maklum, penentuan HPP ini tergantung pada harga pakan ternak. Jika harga pakan naik, otomatis harga pokok produksi peternak juga turut melejit. "Belakangan ini harga bahan baku pakan ternak seperti jagung juga terus meningkat. Ini akan berpotensi menaikkan harga DOC," kata Achmad.
Kenaikan harga pakan ternak memang menjadi keluhan para breeder maupun peternak belakangan ini. Mereka khawatir, harga pakan akan terus naik setelah pemerintah menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.13/PMK.011/2011 tentang Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
Dalam aturan yang berlaku 1 Januari 2012 itu, pemerintah mewajibkan importir biji gandum dan bahan baku produk pangan, bahan baku pakan ternak, termasuk bahan baku pupuk, membayar bea masuk 5% lebih besar dibanding sebelumnya. Pengenaan bea impor itu dikhawatirkan akan membuat harga jagung naik.
Berdasarkan data Pusat Informasi Pasar (Pinsar) Unggas per 16 Januari 2012, harga ayam broiler dengan berat kurang dari 1 kg di tangan peternak mencapai Rp 17.700 per ekor. Harga itu lebih tinggi dibanding harga pada 2 Januari 2011 lalu yang hanya Rp 16.100 per ekor.
Sedangkan di tingkat konsumen, harga rata-rata jual daging ayam tentu juga mengalami kenaikan. Kenaikan harga itu rata-rata Rp 3.000 sampai Rp 5.000 per kilogram. Dengan kenaikan ini maka harga jual daging ayam di pasar tradisional sudah berada pada level Rp 20.000 sampai Rp 22.000 per kilogram.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News