Reporter: Maria Rosita | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Maraknya pertumbuhan properti tahun ini ikut mendongkrak harga bahan bangunan. Sejak awal Januari hingga akhir Agustus, harga material desain bangunan hingga material finishing terus menanjak. Bahkan, ada produk yang kenaikannya sudah lebih dari 100%.
Bahan finishing yang harganya tercatat naik antara lain adalah cat tembok dan cat pelapis antibocor. Data yang dihimpun KONTAN menunjukkan, rata-rata harga cat tembok naik sekitar 7,7% dan cat pelapis naik 2,5%.
Januari lalu, harga cat tembok merek Bitalux Standar masih Rp 259.500 per ember ukuran 25 kilogram (kg). Tapi akhir Agustus, harganya sudah mencapai Rp 279.500.
Sementara cat pelapis antibocor merek Bitadur ukuran 20 kg juga tambah mahal. Dari Rp 597.700 di awal tahun, menjadi Rp 612.000 saat ini. Untuk merek Avitex, dalam delapan bulan naik 14% dari Rp 289.250 menjadi Rp 329.900 untuk kemasan 25 kg. Satu-satunya cat pelapis antibocor yang tidak naik adalah merek Aquaproof yaitu tetap Rp 655.300 per kaleng 20 kg.
Kam Kettin, Presiden Direktur PT Caturkarda Depo Bangunan, melihat ada dua faktor yang memacu kenaikan harga cat. Yang pertama adalah bahan baku. Akibat produksi di Jepang terhambat bencana alam, Eropa jadi menguasai 50% pasokan cat. Produsen Eropa pun mengambil kesempatan dengan mengerek harga.
Faktor lainnya adalah permintaan yang melampaui pasokan. "Properti dan bangunan di Indonesia sedang naik-naiknya, tapi kiriman dari sana (Jepang) sempat seret," tutur Kettin kepada KONTAN, Minggu (4/9).
PT Catur Mitra Sejati Sentosa (Mitra10) juga mencatat kenaikan harga cat. Direktur Pemasaran dan Merchandise Mitra10, Indra Gunawan, menerangkan, harga latex atawa bahan baku cat menanjak lebih dari 50% dua tahun terakhir. Sudah begitu, pasokan dari Jepang mandek.
Selain cat, harga keramik lantai juga makin tinggi. Januari lalu, satu boks keramik merek Platinum ukuran 40 cm x 40 cm dihargai Rp 45.400.
Kini, harganya naik 4,8% menjadi Rp 47.500 per boks. Pengusaha menilai, selain permintaan makin tinggi, kenaikan tersebut dipicu demo buruh pabrik keramik di China yang menuntut kenaikan upah.
Material finishing lain seperti produk sanitasi (sanitary wares) seperti wastafel dan kloset ikut naik. Untuk merek Toto, di Maret lalu, satu unit wastafel harganya Rp 186.000. Sampai akhir Juni harga melesat 32,7% menjadi Rp 246.800 per unit. Kenaikan tertinggi pada wastafel merek HCG yang melonjak 113%, dari Rp 243.000 menjadi Rp 518.000.
Adapun kloset merek Toto hanya naik 11,5%, dari Rp 128.200 per unit di awal tahun, menjadi Rp 143.000 saat ini. "Permintaan produk sanitasi tinggi karena banyak pembangunan, mulai dari apartemen, rumah menengah, sampai rumah kelas atas. Properti tidak mungkin tanpa sanitary ware," terang Kettin.
Sedangkan pada material desain, kenaikan terjadi pada beberapa produk. Lonjakan harga tertinggi adalah batubata yang mencapai 44,7%. Akhir Agustus lalu, harga batubata Rp 550 per buah. Padahal di awal tahun baru Rp 380 per buah.
Untungnya, kenaikan harga lainnya tak terlalu besar. Harga besi ukuran 6 milimeter, misalnya, naik 6,7%. Awal tahun dilego Rp 15.000 per batang, kini Rp 16.000. Harga tripleks pun hanya bertambah 3%, dari Januari lalu seharga Rp 130.000, sekarang Rp 133.500.
Sementara itu, sika atau pelapis yang digunakan di atas plesteran keramik lantai dan keramik dinding, juga naik tipis. Harga Sika merek Tile Adhesive naik 6% dalam delapan bulan. Yaitu dari Rp 135.000 menjadi Rp 143.000 per kemasan 25 kg. Sika merek Sikacrete ukuran 25 kg kini harganya Rp 85.250, naik hampir 7% dari Rp 79.900 di awal tahun.
Uniknya, harga semen sejauh ini masih relatif stabil. Januari lalu, harga semen merek Tiga Roda maupun Gresik ukuran 50 kg sama-sama Rp 55.000. Kini, merek Tiga Roda naik sekitar 1,8% menjadi Rp 56.000. Baik Kettin maupun Indra menjelaskan, harga semen tak naik pesat lantaran produsen dan penjual menyetok dari tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News