Sumber: KONTAN |
JAKARTa. Industri benar-benar bersiaga menghadapi lonjakan harga baja dunia. Senin (26/4) lalu, Krakatau Steel bersama IISIA (Indonesia Iron and Steel Industry Association) memprediksi kenaikan harga baja akan terus terjadi hingga kuartal ketiga 2010. Kenaikannya rata-rata Rp 200 per kilogram per bulan.
Lantaran hal ini, industri properti yang banyak memakai harga baja pun berencana menaikkan harga jual. "Kenaikan baja cukup signifikan, jadi kenaikan properti juga pasti akan terjadi," kata Ketua Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria, Selasa (27/4).
Menyadari kondisi tersebut, wajar jika sejumlah pengembang telah mulai pasang kuda-kuda. "Pasti ada imbasnya terhadap harga jual properti, tapi kami masih harus berhitung lagi besar efeknya," kata Danang Kemayan Jati, Kepala Komunikasi Korporat PT Lippo Karawaci Tbk.
Hal senada diungkapkan pengembang Agung Podomoro Group. "Kami beruntung masih menjalin kontrak dengan pemasok baja hingga tiga bulan ke depan. Tapi setelah itu, mau tak mau harus menelan harga baja yang sudah naik," ujar Alvin Andronicus, Marketing General Manager Agung Podomoro.
Eksekutif pengembang yang tengah menggarap superblok Kuningan City seraya merampungkan superblok Podomoro City ini menyebut efek kenaikan harga baja akan berbeda-beda untuk masing-masing proyek. Misalnya, untuk proyek Podomoro City yang ada di tahap finishing, pemakaian komponen baja sudah tidak besar. "Maka, imbas kenaikan harga baja nyaris tidak dirasakan proyek ini," kata Alvin.
Lain halnya dengan proyek Kuningan City. Dalam proyek yang baru dimulai itu, baja masih merupakan komponen pembelanjaan utama.
Strategi pengembang
Meski kenaikan baja bisa dibilang tak mungkin ditawar-tawar lagi, baik Lippo maupun Podomoro berjanji untuk menghindari kenaikan harga properti secara drastis. "Kalau sekadar kenaikan wajar, semua properti memang pasti akan naik harganya. Yang perlu kami lakukan adalah menjaga agar kenaikan harga tidak sampai mengguncang demand," cetus Danang.
Alvin pun menambahkan jika dalam kondisi normal, tren kenaikan harga bisa memperbesar margin, maka dalam kondisi seperti ini margin yang harus ditekan. Menurut Alvin, pertumbuhan normal harga properti di Indonesia berkisar 15% hingga 20% per tahun. "Itu bisa dialihkan sebagian untuk menekan harga jual karena biaya produksi membengkak," cetusnya.
Namun, jika kenaikan harga properti tak bisa terhindarkan, Danang bilang, pengembang harus punya strategi marketing jitu untuk menjaga agar konsumen tak kehilangan gairah. "Paket-paket penjualan harus dikemas dengan menarik, dan cara pembayaran pun bisa diperingan dengan cara kerjasama dengan berbagai bank dan lembaga pembiayaan," kata Danang. "Apalagi margin jualan apartemen cukup tipis, jadi kenaikan harga menjadi sesuatu yang tak terhindarkan," imbuhnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News