Reporter: Yudo Widiyanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Banjir di Queensland Australia serta naiknya harga minyak dunia membuat harga batubara terkerek. Saat ini, Harga batubara termal di pelabuhan Newcastle di New South Wales, patokan untuk Asia, melonjak US$ 6,70 atau 5,1% menjadi US$ 138,50 per metrik ton pada pekan yang berakhir 14 Januari. Angka ini merupakan angka tertinggi sejak September 2008.
Banjir di Queensland merupakan bencana banjir paling parah sejak 50 tahun kebelakang yang dialami Australia. Banjir ini menelan kerugian sebesar US$ 2,3 milliar. Akibatnya hanya 15% saja pabrik batubara dari total 75 tambang batubara yang beroperasi.
Australia sendiri merupakan produsen batu bara terbesar yang menyumbang dua per tiga kebutuhan dunia. Batubara asal Australia sekitar 90% produksinya berasal dari Queensland. Banjir inilah yang diprediksi mengerek harga batu bara secara global.
Queensland sebagai salah satu daerah yang terkena banjir, mampu memproduksi batubara sebanyak 245 juta ton pada 2010. Jumlah ini menyumbang pasokan batubara dunia sebanyak 21%. Namun karena banjir perkiraan akan memangkas produksi hingga 15 juta ton.
Saat ini perusahaan besar yang beroperasi di Queensland adalah Rio Tinto, BHP Biliton dan Xstrata. Kalangan industri menyatakan, meski mayoritas tambang batu bara di kawasan itu siap beroperasi penuh maupun sebagian, namun diperlukan waktu beberapa bulan untuk mencapai kapasitas normal.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Irwandi bilang kondisi bencana ini diperkirakan segera pulih dan masa perbaikan tidak lebih dari 1 tahun. Karena itu, jika suplai mencukupi kebutuhan maka harga global akan kembali normal.
Industri batubara dalam negeri menurut Irwandi tidak akan akan terpengaruh dengan harga di pasar global. Pasalnya, Indonesia sendiri banyak volume produksinya hingga mencapai 270 juta ton.
Sedangkan kebutuhan batubara dalam negeri hingga mencapai 70 hingga 90 juta ton. Pengaruh harga dalam negeri murni terpengaruh pasokan dan permintaan."Tapi pasokan batubara saya pikir masih mencukupi," ungkapnya.
Hanya saja jika tidak diawasi produsen akan lebih memilih ekspor untuk memenuhi kebutuhan global. Saat ini 70% dari total produksi batubara lokal untuk pasar ekspor, dan sisa 30% untuk kebutuhan dalam negeri.
Nah, jika kebutuhan global meningkat, ada potensi produsen lebih fokus memasok untuk kebutuhan global, dan suplai di dalam negeri bisa berkurang dan harga pun ikut terdongkrak."Itu tanggung jawab pemerintah untuk memproteksi kebutuhan dalam negeri dan tidak terlalu fokus ke ekspor," ungkap Irwandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News