kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.894   36,00   0,23%
  • IDX 7.206   65,50   0,92%
  • KOMPAS100 1.108   12,68   1,16%
  • LQ45 879   12,89   1,49%
  • ISSI 221   1,21   0,55%
  • IDX30 449   6,81   1,54%
  • IDXHIDIV20 541   6,16   1,15%
  • IDX80 127   1,52   1,20%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,88   1,28%

Harga Bawang Putih Meroket, Pemerintah Diminta Evaluasi Regulasi Impor


Rabu, 31 Mei 2023 / 10:00 WIB
Harga Bawang Putih Meroket, Pemerintah Diminta Evaluasi Regulasi Impor
ILUSTRASI. Harga Bawang Putih Meroket, Pemerintah Diminta Evaluasi Regulasi Impor.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah perlu mengevaluasi regulasi impor bawang putih untuk memastikan efektivitas dan dampaknya terhadap kebutuhan bawang putih di Tanah Air.

“Bawang putih termasuk bahan baku utama konsumsi rumah tangga dan industri makanan minuman. Ketersediaannya perlu dipastikan untuk menghindari kelangkaan dan melonjaknya harga,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran dalam keterangannya, Rabu (31/5). 

Harga bawang putih di angka Rp 30.670 per kilogram (kg) pada April 2022. Harga ini kemudian melambung menjadi Rp 36.170/kg pada Mei 2023. Kenaikan harga perlu disikapi segera untuk menjaga keterjangkauan industri dan konsumen rumah tangga terhadap komoditas yang satu ini.

Baca Juga: Harga Bawang Putih Meroket, Bapanas Dorong Percepatan Impor

Hasran melanjutkan, karena kondisi cuaca yang tidak begitu cocok, sekitar 90%-95% kebutuhan bawang putih di Indonesia diperoleh melalui impor dari China, India dan juga AS. 

Sayangnya, walaupun sudah menempuh jalur impor harganya di pasaran tetap tinggi.  Menurutnya, fenomena naiknya harga ini disebabkan oleh prosedur impor yang tidak efisien, dan biaya logistik di dalam negeri yang masih tinggi.

Lebih lanjut dia menerangkan, proses importasi bawang putih dimulai dari pengurusan dokumen Rencana Impor Produk Hortikultura (RIPH). 

Untuk mendapatkan RIPH ini, pelaku usaha pemegang Angka Pengenal Impor Umum (API-U) dan Angka Pengenal Impor Produsen (API-P) perlu menyiapkan persyaratan teknis dan administrasi termasuk memenuhi kewajiban tanam.

RIPH ini kemudian akan dilampirkan dalam pengurusan persetujuan impor (PI) yang prosesnya juga sangat panjang karena masih manual.

Hasran menilai, dalam situasi terjadi lonjakan harga dan jumlah pasokan menipis, impor dapat dilakukan oleh BUMN. Sayangnya prosesnya juga cukup panjang karena BUMN tersebut membutuhkan mandat dari Menteri BUMN. Ditambah lagi Menteri BUMN tersebut harus menunggu hasil rapat terbatas (Rakortas).

Baca Juga: Tingkatkan Komitmen Dagang RI-Arab Saudi, Mendag Ungkap Strateginya

"Sangat mungkin proses yang panjang tersebut juga berkontribusi pada terlambat masuknya bawang putih ke pasar," pungkas Hasran. 

Untuk itu, Hasran merekomendasikan beberapa hal, seperti perlunya evaluasi terhadap beberapa kebijakan impor. Salah satunya adalah kebijakan wajib tanam sebagai persyaratan mendapatkan Persetujuan impor. 

Kebijakan ini membebani pelaku usaha karena harus mengalokasikan energi dan sumberdaya untuk melakukan penanaman yang bukan keahliannya. 

"Lima tahun sejak kebijakan ini diperkenalkan, jumlah produksi bawang putih tetap tidak meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan ini memang kurang efektif," kata Hasran. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×