Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, lonjakan harga beras membuat masyarakat harus mengorbankan pengeluaran lain.
“Kenaikan harga beras membuat warga, terutama kelompok miskin dan rentan, harus merealokasi anggaran keluarga. Banyak yang akhirnya membeli beras kualitas rendah,” ujarnya, Senin (25/8/2025).
Baca Juga: Sudah Delapan Bulan di Tahun 2025 Harga Beras Tetap Bertahan Mahal
Data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada pekan kedua Agustus 2025 harga rata-rata beras medium di zona 1 mencapai Rp 14.012 per kg dan premium Rp 15.435 per kg.
Angka tersebut naik dibanding Juli 2025 sekaligus melampaui harga eceran tertinggi (HET). Tren serupa juga terjadi di zona 2, di mana harga medium tembus Rp 14.875 per kg dan premium Rp 16.625 per kg.
Menurut Khudori, ada tiga faktor utama di balik kenaikan harga:
- Operasi pasar belum efektif. Dari 14 Juli–19 Agustus 2025, Bulog hanya menyalurkan 44.813 ton beras SPHP atau rata-rata 1.211 ton per hari, jumlah yang dianggap terlalu kecil.
- Perebutan gabah dengan penggilingan. Penyerapan gabah oleh Bulog melambat, sementara harga gabah tinggi di kisaran Rp 8.000 per kg. Skema maklun membuat mitra Bulog cenderung mendominasi pasokan.
- Produksi menurun. Surplus beras menipis karena pola musiman, di mana produksi gadu (Juni–September) lebih rendah dari panen raya (Februari–Mei).
Baca Juga: Beras Premium Langka di Pasar Modern, Transparansi Distribusi Beras Dipertanyakan
“Ujung dari tiga kondisi di atas, harga gabah tetap tinggi, dan otomatis harga beras juga sulit turun,” tandas Khudori.
Selanjutnya: IHSG Naik ke 7.926 Hari Ini, Saham BBRI, BVIC, dan AMMN Paling Banyak Net Buy Asing
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Sunscreen Korea Terbaik, Ringan dan Bebas White Cast!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News