Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) diakui memberi dampak kepada penggiling padi. Namun, dampaknya terhadap harga beras di pasar dinilai tak signifikan.
Persatuan Perusahaan Penggilingan Padi (Perpadi) mengaku persentase pelaku usaha yang menghentikan produksi akibat peningkatan harga gabah sudah berkurang, dari yang sempat mencapai 40% dari 140.000 anggota, kini hanya sekitar 25%.
“Kemarin memang banyak yang berhenti produksi karena harga gabah sudah sekitar Rp 7.500 – Rp 7.800, sekarang sudah turun jadi kisaran Rp 7.300–Rp 7.400. Sepertinya karena pemerintah mengeluarkan beras SPHP,” kata Ketua DPP Perpadi Jawa Tengah Riyanto Joko Nugroho kepada Kontan, Rabu (20/8/2025).
Baca Juga: Operasi Pasar Bergulir, Harga Beras Masih Tinggi
Ia bilang, munculnya beras SPHP sebagai alternatif di pasar otomatis membuat harga jual beras di toko-toko turun. Seiring permintaan beras reguler turun sekitar 30%-40% di pasar, harga pun ikut turun.
Namun, Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian menilai penyaluran beras SPHP tak bisa serta-merta membuat harga beras di pasaran turun. Menurutnya, pada dasarnya penyaluran SPHP, meski dilakukan secara signifikan sekalipun, tak bisa memberikan banyak pengaruh pada harga beras.
“Stok pemerintah tidak sebanyak swasta. Sebagai proksi, Bulog menyerap beras per Juni saja hanya 2,4 juta ton, sementara produksi beras Januari hingga Juni 2025 itu 19 juta ton. Artinya pemerintah hanya bisa menyerap 12,5%. Stok bulog yang sampai 4.7 juta itu sebagian limpahan stok sebelumnya dan sisa impor,” jelasnya.
Menurut Eliza, salah satu kunci mengendalikan harga beras di pasar adalah efisiensi biaya produksi. Jika biaya produksi bisa ditekan, harga yang sampai ke konsumen jadi lebih terjangkau sehingga daya beli meningkat.
Nah, pengendalian biaya produksi ini dapat dilakukan dengan mekanisasi di sektor pertanian, serta penyesuaian harga sewa lahan dengan kenaikan di batas wajar.
Di samping itu, ia bilang harga beras yang mahal pada dasarnya disebabkan oleh panjangnya rantai pasok, yang mana pada tiap rantai pasok memiliki margin tersendiri. Dus untuk menekan harga ke konsumen, perlu ada pengurangan dalam rantai pasok.
“Jika memungkinkan petani tergabung dalam poktan (kelompok tani) dan koperasi. Kemudian, koperasi turut melakukan penggilingan dan membangun rice milling unit. Jadi koperasi ini menjual dalam bentuk beras dan petani tak perlu lagi menjual dalam bentuk gabah,” jelasnya.
Dengan kata lain, keberadaan tengkulak yang menghubungkan masing-masing pos produksi dapat dihilangkan. Dengan demikian, pengenaan margin jadi yang memengaruhi harga jual bisa lebih berkurang.
Meski begitu, Riyanto bilang dampak penyaluran beras SPHP ke pasar yang masih terbilang minim semata-mata karena penyaluran belum masif. “Kalau mau menurunkan harga, memang perlu menggelontorkan beras di pasar,” katanya.
Baca Juga: Warga Kelas Menengah Teriak Gara-Gara Harga Beras Premium Melonjak
Selanjutnya: Penyaluran Beras SPHP Baru Capai 3,46%, Apa Hambatannya?
Menarik Dibaca: BMKG Catat Gempa Terkini Magnitudo 4,9 di Bekasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News