Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah saat ini belum bisa mengontrol harga daging ayam dan ayam olahan yang beredar di Indonesia. Hal ini disebabkan kurangnya upaya pemerintah untuk membangun sarana pasca panen, sehingga bila demand meningkat tidak dapat diimbangi dengan supply yang cukup, begitu juga sebaliknya.
Eko Putro Sandjojo, Direktur Utama PT Sierad Produce Tbk (SIPD) meminta pemerintah memberikan insentif bagi pengusaha ayam untuk membangun sarana pasca panen. Dengan begitu, maka harga ayam di dalam negeri akan bisa stabil dan tidak lagi berfluktuasi mengikuti supply dan demand.
"Solusinya ya dikasih insetif untuk sarana pasca panen, yaitu izin dan pajak. Karena sarana pasca panen itu investasinya lama sekali, enggak mungkin diadu dengan yang tradisional. Tapi di AS dan negara maju kan relatif stabil harganya," ujarnya, Senin (15/2).
Sarana pasca panen yang dimaksud adalah dengan membangun cold storage yang dapat menaampung hasil dari masa panen. Sehingga pada saat permintaan turun, pelaku usaha bisa menyimpan di cold storage dan begitu permintaan meningkat, stok yang ada di cold storage bisa dilepas sehingga harga bisa stabil.
"Problem di industri ini kan satu sebetulnya, kurangnya sarana pasca panen dan tidak adanya insentif buat swasta untuk invest di sarana pasca panen. Jadi harga ayam, kamu liat sendiri bisa Rp 9.000, bisa Rp 12.000, kalau ada sarana pasca panen yang cukup, itu engga mungkin terjadi," lanjutnya.
Eko bilang, semua sektor komoditi sangat terpengaruh akan supply and demand. Bila demand meningkat 10% dan tidak dibarengi dengan peningkatan supply yang sama, maka harga berpotensi meningkat hingga 50%, begitu pun sebaliknya. Pemerintah harus segera melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan di sektor pakan ternak ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News