Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) mengungkapkan, kenaikan harga material konstruksi dari Mei-Oktober 2013 mencapai 4,5 kali lipat dibanding ketimbang periode yang sama empat tahun sebelumnya.
Ketua LPJKN, Tri Widjajanto menyatakan, kenaikan harga material konstruksi itu berdasarkan hasil workshop indeks kenaikan harga material konstruksi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Kenaikan harga ini sudah tidak wajar dan masuk dalam kategori kahar atau darurat konstruksi, sehingga pemerintah wajib menyesuaikan harga kontrak.
"Kenaikan ini sudah diluar batas risiko yang dihitung perusahaan konstruksi sebelumnya," kata Tri, Jumat (20/12).
Menurut Tri, kenaikan ini sudah cukup untuk mengganggu pencapaian target penyelesaian proyek konstruksi sejauh ini.
Sekadar informasi, kenaikan material aspal impor pasca pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) mencapai 15%-20%. Sedangkan harga beton melejit 10%-15%.
Selain harga naik, Tri menyatakan, pemasok material pun kini cenderung menahan material mereka hingga kondisi rupiah membaik.
Dia menambahkan, untuk ditetapkannya kondisi kahar diperlukan ketetapan dari dua menteri, yakni Menteri Keuangan (Menkeu) dan menteri teknis dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum (PU).
Ia bilang, sejauh ini Menteri PU sudah setuju ditetapkan kahar dan saat ini masih berproses dengan Menkeu dan Menteri Koordinator Perekonomian untuk persetujuan Menkeu.
"Terhitung kami sudah 8-10 kali rapat dan belum ada keputusan," ujarnya.
Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), Soeharsojo mengatakan, sejauh ini kontraktor hanya bisa menekan keuntungan yang diperoleh sebelum kondisi kahar ini ditetapkan.
Menurutnya, rata-rata material konstruksi naik 12%. Padahal, marjin keuntungan hanya 2%-5%, ini jelas pukulan telak bagi industri konstruksi kecil anggota Gapensi.
Asal tahu saja, saat ini ada 186.000 kontraktor di Indonesia. Dari jumlah itu 62.000 merupakan anggota Gapensi yang hanya punya modal pas-pasan dan memiliki proyek single years atau tahun tunggal.
Soeharsojo menilai, jika tak dilakukan penyesuaian, maka perusahaan konstruksi anggota Gapensi ini berpotensi keok tahun depan.
Untuk itu, ia memberikan beberapa opsi kepada pemerintah. Misalnya, jika penyesuaian nilai kontrak tak bisa dilakukan, maka volume pekerjaan bisa dikurangi.
Namun, jika volume ini tidak bisa juga dikurangi, pilihan lain adalah toleransi dengan tidak memberikan denda apabila terjadi keterlambatan.
Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan pemotongan pajak bagi para kontraktor ini agar masih bisa bersaing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News