kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Harga melonjak, jualan minuman alkohol normal


Rabu, 29 Juli 2015 / 12:12 WIB
Harga melonjak, jualan minuman alkohol normal


Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Konsumsi minuman beralkohol di hotel maupun restoran tidak banyak terpengaruh oleh kebijakan pemerintah mengerek tarif bea impor minuman beralkohol. Meskipun ada penurunan,  volumenya hanya kecil seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat.

Menurut Linda Muhlis, Head of Sales and Marketing Hotel Premier Inn Indonesia, penyusutan penjualan minuman alkohol relatif kecil, sehingga tak berdampak besar pada bisnis makanan dan minuman di hotel. "Prediksi penurunan penjualan minuman alkohol hanya 1%," katanya, ke KONTAN, Minggu (26/7).

Untuk menyiasatinya, pengelola hotel yang berasal dari Inggris ini akan memperbanyak penjualan produk minuman alkohol produksi lokal atau juga dengan mencampur minuman alkohol asing dengan produk lokal.

Bisa saja nantinya penjualan minuman alkohol di Premier Inn Indonesia sebesar 70% berasal dari penjualan minuman alkohol lokal, dan sisanya adalah minuman jenis wine dan Whisky.

Vivi Herlambang, Director of Sales, Marketing and Business Development PT Hotel Sahid Jaya Internasional Tbk,  memproyeksikan penurunan penjualan minuman alkohol di hotel kelolaannya bisa sampai 5%. Ini berdasarkan perhitungan jumlah tamu asing yang menginap dan memanfaatkan restoran di hotel kelolaan Sahid sekitar 20% dari total tamu.

Sisanya adalah tamu lokal. "Sekitar 40% dari tamu asing berasal dari Jepang. Nah, orang Jepang dan orang asing yang lain gemar mengonsumsi minuman alkohol," ucap Vivi.

Hotel Sahid juga akan memperbesar penjualan minuman alkohol lokal untuk menjaga volume penjualan dari produk minuman ini. Malah porsinya bisa 80%. Sisanya produk wine dan Martini.

Harga bukan lagi soal

Adapun Guido Andriano, General Manager Hotel Santika Indonesia cabang Medan bilang, kontribusi pendapatan minuman alkohol bagi Hotel Santika Medan tidak terlalu besar yakni cuma 10% dari total pendapatan.

Meski kota Medan disinyalir banyak warga kotanya yang mengonsumsi minuman alkohol, toh tidak menghasilkan penjualan minuman yang signifikan bagi hotel ini. Padahal, Santika Medan menjajakan 95% produk minuman alkohol impor dan cuma 5% saja yang lokal. "Permintaan minuman alkohol di Hotel Santika Medan mayoritas berasal dari tamu asing," terangnya.

Sedangkan Adwin Dhanu, Presiden Direktur Hotel Jayakarta menyatakan penjualan minuman alkohol secara rata-rata di hotel yang ada di  Jakarta, Bali dan Lombok diproyeksi cuma turun 1% saja akibat efek kenaikan bea impor minuman alkohol.

Linda menambahkan, permintaan minuman alkohol impor atau lokal tetap ada, karena konsumer yang minum alkohol tidak lagi mempertimbangkan faktor harga. Apalagi, mereka mengonsumsi minuman impor seperti wine dengan ukuran per gelas bukan per botol.

Seperti kita tahu, pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor memaparkan tarif bea impor paling besar adalah minuman beralkohol. Misalnya aneka jenis wine anggur dan minuman sari buah (jus), naik menjadi 90%. Sedangkan tarif impor minuman etil alkohol berkadar kurang dari 80% seperti brandy, whisky, rum dan lainnya naik menjadi 150%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×