Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tercatat telah membatalkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan mengembalikan harga minyak goreng ke mekanisme pasar. Hal ini dilakukan setelah melihat kebijakan tersebut tidak ampuh mengembalikan stok minyak goreng di pasaran.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai Pemerintah mencabut kebijakan HET tujuannya menghilangkan kelangkaan.
Namun menurutnya, kelangkaan terjadi bukan karena kurangnya produksi minyak goreng, melainkan akibat penimbunan dan penyelundupan yang dipicu oleh adanya selisih harga yang tinggi antara HET dengan harga luar negeri.
Baca Juga: Kemendag Akan Mengerek Pungutan Ekspor Sawit, Ini Respons Gapki
"Setelah HET dicabut dan diserahkan ke mekanisme pasar, harga dalam negeri relatif mendekati harga luar negeri. Dengan demikian, tidak ada dorongan lagi untuk menimbun dan menyeludupkan minyak goreng. Jadi setelah HET dicabut bisa dipastikan tidak akan ada kelangkaan minyak goreng di pasar," tuturnya saat dihubungi Kontan, Kamis (17/3).
Piter menambahkan, saat ini harga keekonomian minyak goreng juga tidak lagi ditentukan oleh harga CPO, ongkos produksi, distribusi hingga kemasan tetapi juga memperhitungkan keuntungan yang diinginkan oleh produsen.
"Produsen bebas menetapkan harga pasar. Harga yang terbentuk saat ini pasar, adalah murni hasil mekanisme pasar. Kecuali untuk minyak goreng curah yang ditetapkan Rp14.000 per liter," sambungnya.
Baca Juga: Melonjak Tinggi, Cek Harga Minyak Goreng Kemasan di Alfamart dan Indomaret
Sebagai informasi, sebelumnya HET Rp 14.000/liter membuat minyak goreng jadi langka di pasaran. HET tersebut dinilai jauh di bawah harga produksi minyak goreng yang naik akibat kenaikan harga bahan baku minyak sawit mentah (CPO).
Dalam sebulan terakhir, harga CPO di Bursa Malaysia masih membukukan kenaikan lebih dari 8% secara point-to-point . Selama setahun ke belakang, kenaikannya tidak kurang dari 51%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News