Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengatakan harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit masih anjlok imbas dari pelarangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
Meski pemerintah telah melakukan gonta ganti kebijakan sampai menggratiskan pungutan ekspor CPO untuk mendongkrak harga TBS sawit, nyatanya hingga saat ini harga TBS sawit tak kunjung normal. Per 20 Juli kemarin harga TBS sawit masih di angka Rp 1.350 – 1.500 per kg.
Menurut Ketua Apkasindi Gulat Manurung, ada faktor krusial lain yang justru membuat carut marut penetapan harga TBS sawit di petani.
“Fakta yang terjadi, bahwa negara kira sebenarnya sudah memiliki Permendag No. 55/2015 dimana kebijakan ini mengeluarkan harga referensi CPO Indonesia, namun di satu sisi kiblat pembelian TBS mengacu pada tender PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN),” kata Gulat dalam diskusi webinar dipantau secara daring, Kamis (21/7).
Menurutnya harga TBS sawit berdasarkan KPBN menambah carut marut penetapan harga TBS sawit ditingkat petani. Dikatakan Gulat, bahwa harga sawit berdasarkan KPBN jauh di bawah harga yang ditetapkan oleh Kemendag.
Baca Juga: Penerimaan Ekspor CPO Bisa Susut Rp 9 Triliun
Gulat mencontohkah, berdasarkan rekomendasi Kemendag bulan Juli harga CPO di angka Rp 16.567 per kg dengan ditiadakan pungutan ekspor menjadikan harga TBS di tingkat petani Rp 3.313 per kg.
Sementara di KPBN, harga CPO hanya Rp 8.000 per kg dan harga TBS di tingkat petani menjadi 1.600 per kg.
“Nanti realnya di pabrik dibeli tidak lebih dari Rp 1.000 per kg. Ini menjadi pertanyaan kenapa harus ada tender padahal negara Indonesia sudah mengeluarkan permendag 55 tahun 2015,” terang Gulat.
Gulat menilai hal ini tidak adil bagi petani. Sementara selama ini dikatakan oleh Gulat Kementerian Keuangan dalam menetapkan pajak ekspor berpacu pada Permendag 55/2015.
“Kenapa ketika ingin menentukan pajak diambil harga tertinggi, tapi ketika mau membeli harga TBS petani kami disuruh berkiblat ke harga KPBN yang lebih rendah,” tanya Gulat.
Baca Juga: Penghapusan Pungutan Ekspor Tak Cukup, Petani Minta Bea Keluar CPO Ditiadakan
Oleh karenanya, Gulat meminta Permendag No 55 /2015 dapat dijadikan harga rujukan penetapan harga TBS petani dan tidak lagi menggunakan rujukan harga dari tender KPBN.
Menurutnya, harga dari KPBN belum dapat mendongkrak harga TBS sawit petani terlebih dalam kondisi harga sawit yang sedang carut marut.
Gulat juga meminta pemerintah untuk merevisi Permenntan No. 1 / 2018 karena dalam permentan ini penetapan KPBN sebagai rujukan harga referensi petani di 22 provinsi sawit.
“Kami sepakat untuk referensi harga TBS sawit petani harus menggunakan Permendag No 55 / 2015 dengan memulai revisi Permentan 1 /2018 karena ini biang keroknya,” tegas Gulat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News