kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harita Nickel Geber Proyek Smelter, Soal Slag Nikel Masih Jadi Fokus Utama


Minggu, 06 November 2022 / 19:45 WIB
Harita Nickel Geber Proyek Smelter, Soal Slag Nikel Masih Jadi Fokus Utama
ILUSTRASI. Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan meninjau proses pengolahan nikel kadar rendah di Harita Nickel Site Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harita Nickel belum akan melantai di bursa efek meskipun secara bisnis sudah mulai mapan untuk produksi feronikel. Saat ini, tambang nikel milik Harita Nickel sudah dijadikan proyek stretagis nasional (PSN).

Tony H Gultom Direktur Operasi Harita Nickel mengatakan, saat ini pihaknya belum memikirkan untuk melantai di bursa. Sebab, Harita Nickel tengah menyelesaikan smelter nikel berkadar rendah di Pulau Obi dengan investasi US$ 1 miliar. "Kapasitas input bijih nikel saprolit (kadar 1,5%) sebesar 7,6 juta ton per tahun dengan produksi antara 365.000 ton per tahun," ungkap dia, Sabtu (6/11).

Ia mengatakan, pihaknya juga memiliki izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang dikelola anak usaha bernama Trimegah Bangun Persada dengan luas 4.247 ha.

Kemudian ada pula IUP nikel yang dikelola PT Gane Permai Sentosa seluas 1,1 juta ha. Tidak hanya memiliki IUP, perusahaan juga memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan Pemurnian yang sudah dioperasikan PT Megah Surya Pertiwi dengan kapasitas smelter 240.000 feronikel (Ni 10%-12%) per tahun.

Kemudian ada juga PT Halmahera Persada Lygend yang tengah membangun smelter high pressure acid leaching (HPL) dengan produksi antara (mix ni atau  precipitate) sebesar 365.000 ton per tahun dengan kapasitas input 7,6 juta ton per tahun.

Lalu ada PT Halmahera Jaya Feronikel yang sudah mengoperasikan smelter berkapasitas 780.000 ton feronikel per tahun. "Saat ini produksi feronikel di ekspor ke negara mana saja, bisa ke China dan Eropa tergantung dari harga," kata Tony.

Saat ini kata Tony yang menjadi fokus pengusaha adalah soal mengolah sisa hasil pengolahan nikel yang jumlahnya sangat banyak. "Sisa hasil pengolahannya itu hampir 90%-97%, bijih tidak bisa masuk line produksi semua," ungkap Tony.

Ia mengatakan, sebelum adanya kebijakan hilirisasi setiap perusahaan nikel tidak memikirkan SHP. Maka itu, perlu adanya teknologi yang bisa mengolah SHP agar bisa bernilai tambah. Sebab, bukan saja di Indonesia di berbagai dunia juga persoalan SHP menjadi penting."Kami memanfaatkan semua SHP atau slag nikel untuk menjadi batako kelas premium," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×