Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyuluh pertanian memiliki peran vital sebagai penghubung informasi dari pemerintah pusat ke petani. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Otonomi Daerah, peran ini menjadi terhambat karena komando dari pusat ke daerah tidak efektif.
Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo, menyatakan bahwa program pembangunan pertanian sulit terwujud tanpa dukungan penyuluh. Dulu, pada era program Inmas dan Bimas, penyuluh memainkan peran penting dalam menyampaikan dan mengawal program pemerintah.
"Jika kita lihat dari Program Inmas dan Bimas, penyuluh seperti penyanyi yang menyampaikan lagu kepada petani. Tapi setelah reformasi, peran ini hilang," ujarnya dalam keterangannya, seperti dikutip Sabtu (6/7).
Baca Juga: Pupuk Indonesia Siapkan Stok Pupuk Subsidi 4.800 Ton Lebih di Kabupaten Bone
Menurut Sadar, mencapai swasembada pangan tanpa penyuluh yang kuat adalah hal yang mustahil. Meskipun pemerintah memiliki program yang bagus, jika tidak ada penyuluh yang mengimplementasikannya, target swasembada tidak akan tercapai.
Sadar menambahkan bahwa meski ada UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), UU Otonomi Daerah telah mengamputasi fungsi penyuluhan tersebut. Untuk mengembalikan peran penyuluh, Sadar menyarankan amandemen UU Otonomi Daerah, terutama pasal yang menjadikan pertanian sebagai urusan wajib daerah.
"Menteri Dalam Negeri mendukung agar pertanian menjadi urusan wajib pemerintah daerah," tambahnya. Tanpa amandemen UU Otonomi Daerah, program pertanian dan penyuluhannya tidak akan berjalan efektif.
Baca Juga: Kementan Optimistis Capai Target Pembentukan 320.000 Petani Muda Hingga 2025
Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor, juga menyarankan agar penyuluh ASN dan P3K ditarik ke pusat. "Jika penyuluhan tidak satu komando, petani akan beroperasi tanpa penyuluh. Swasembada dahulu tercapai karena petani dan penyuluh bersatu," jelasnya.
KTNA mengkritik struktur penyuluhan pertanian di Indonesia yang dinilai belum optimal, berdampak negatif pada sektor pertanian. Meskipun penyuluh bekerja di lapangan, mereka tersebar di berbagai instansi tanpa koordinasi yang jelas.
"Posisi penyuluh tersebar tanpa konsistensi dalam pengelolaan dan koordinasi," kata Yadi.
Baca Juga: Data Penerima Subsidi Pupuk Harus Segera Dibenahi Agar Penyaluran Tepat Sasaran
Yadi menekankan perlunya perubahan dalam pengelolaan penyuluhan agar lebih efektif. KTNA mendesak pemerintah untuk merancang struktur penyuluhan yang lebih terpadu, mengingat pentingnya peran penyuluh dalam mendampingi petani mencapai swasembada pangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News