kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   17.000   0,90%
  • USD/IDR 16.296   -70,00   -0,43%
  • IDX 7.065   -110,75   -1,54%
  • KOMPAS100 1.025   -19,53   -1,87%
  • LQ45 796   -18,81   -2,31%
  • ISSI 225   -1,20   -0,53%
  • IDX30 416   -10,01   -2,35%
  • IDXHIDIV20 494   -14,82   -2,91%
  • IDX80 115   -2,20   -1,87%
  • IDXV30 119   -2,04   -1,69%
  • IDXQ30 136   -3,44   -2,46%

Menakar Jalan Industri Lokal Atasi Jebakan Pendapatan Menengah


Minggu, 01 Juni 2025 / 12:00 WIB
Menakar Jalan Industri Lokal Atasi Jebakan Pendapatan Menengah
Forum bedah buku The Matchmaker karya Dr Erwin Suryadi di Jakarta, Sabtu (31/5).


Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah tantangan ekonomi global, tekanan PHK massal, serta derasnya gelombang otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI), Indonesia menghadapi ujian berat untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Namun, di balik krisis ini, terbuka peluang transformasi ekonomi yang bersifat struktural mulai dari hulu hingga hilir.

Vice President Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Erwin Suryadi menyatakan situasi saat ini kian mengkhawatirkan di tengah tekanan perlambatan ekonomi global, konflik geopolitik, hingga transisi energi. Di sisi lain, Indonesia sedang dalam upaya keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap dan mencapai status negara maju pada 2045. 

“Bonus demografi bisa jadi berkah atau bencana. Tanpa ekosistem yang mendukung penciptaan nilai tambah dan peningkatan produktivitas lokal, kita hanya akan mencetak pengangguran berpendidikan,” ujar Erwin saat bedah buku “The Matchmaker” di Jakarta, Sabtu (31/5).

Baca Juga: Ekonom: Target Pertumbuhan Ekonomi 2026 Tak Cukup untuk Lepas dari Middle Income Trap

Ia menambahkan banyak jenis pekerjaan yang berisiko punah lima tahun ke depan akibat otomatisasi dan penerapan teknologi AI. Untuk itu, Erwin memaparkan konsep business matchmaking, yakni pendekatan ekosistem yang mendorong kolaborasi jangka panjang antara pelaku industri besar, pabrikan lokal, UMKM, dan lembaga pendidikan.

Menurutnya, model business matchmaking bukan sekadar mempertemukan pelaku usaha, tetapi menciptakan kolaborasi jangka panjang yang terstruktur antara industri besar, pabrikan lokal, UMKM, hingga institusi pendidikan. Tujuannya jelas: memperkuat daya saing industri nasional dari sisi kualitas (quality), harga dan ketepatan pengiriman (delivery).

Implementasi konkret model ini telah diterapkan melalui Forum Kapasitas Nasional (Kapnas) yang digagas SKK Migas sejak 2021. Forum ini menjadi panggung pembinaan industri penunjang migas domestik agar mampu masuk ke rantai pasok strategis, bahkan menembus pasar ekspor.

"Kami mulai dari sektor hulu migas karena punya struktur rantai pasok yang kompleks dan nilai tambah tinggi. Tapi pendekatan ini sangat potensial direplikasi ke sektor lain seperti manufaktur, agrikultur, dan energi terbarukan,” jelas Erwin.

Harris Susanto, Direktur Utama PT Luas Birus Utama, adalah salah satu pelaku usaha yang berhasil naik kelas lewat skema ini. Perusahaannya kini mengekspor komponen industri migas ke Timur Tengah.

“Kepercayaan dari industri besar menjadi titik balik. Tapi kepercayaan itu harus diikuti komitmen terhadap standar global,” ujarnya.

Erwin juga menyoroti potensi hilangnya jutaan pekerjaan akibat AI dalam lima tahun ke depan. Pekerjaan rutin seperti teller bank, kasir, hingga akuntan akan tergeser otomatisasi. Di sinilah pentingnya reposisi talenta melalui integrasi pendidikan vokasi dan kebutuhan industri.

Baca Juga: Transformasi Ekonomi Jadi Kunci Untuk Keluar dari Middle Income Trap

“Pendidikan dan pelatihan harus berbasis kebutuhan pasar nyata. Business matchmaking membuka ruang bagi industri untuk turut menentukan kurikulum dan sertifikasi keahlian,” kata Fery Sarjana, Manajer Project & Sourcing Operation Petronas Carigali Iraq.

Fery menegaskan, UMKM dan pabrikan lokal tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Dukungan nyata dari industri besar dan regulasi pemerintah harus berjalan seiring.

Diskusi juga menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai sektor industri dari SKK Migas, PT Medco E\&P Indonesia, PT Citra Tubindo Tbk, hingga produsen sepatu Brodo. Mereka sepakat bahwa pendekatan kolaboratif menjadi fondasi penting untuk menciptakan ekonomi yang lebih inklusif dan resilien.

“Kita tidak bisa mengandalkan pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi semata. Sudah waktunya beralih ke model pembangunan yang mendorong industrialisasi berbasis inovasi dan kapasitas lokal,” jelas Erwin.

Melalui peluncuran buku The Matchmaker, Erwin Suryadi menyodorkan tidak hanya teori ekonomi, tapi juga peta jalan bisnis konkret agar Indonesia tak lagi terjebak dalam stagnasi pendapatan menengah. Saatnya bonus demografi dan kekayaan sumber daya alam dimaksimalkan lewat orkestrasi dari hulu ke hilir.

Selanjutnya: HBA dan HMA Periode Pertama Juni 2025, Dua Golongan Batubara Terkoreksi

Menarik Dibaca: Peringatan Dini Cuaca Besok 2-3 Juni, Provinsi Ini Staus Siaga Hujan Sangat Lebat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×