Reporter: Nindita Nisditia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nelayan mengeluhkan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pasalnya, kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan itu dinilai telah menimbulkan banyak permasalahan ketimbang manfaatnya bagi nelayan.
Ketua Himpunan Nelayan Pursein Nusantara (HNPN) James Than berpendapat, saat ini KKP belum mempunyai desain yang jelas tentang PIT. Hal itu dikarenakan masih ada beberapa poin dalam PP 11/2023 yang menurutnya masih bermasalah.
Baca Juga: Perikanan Indonesia Targetkan Ekspor ke China US$ 28 Juta di Tahun 2024
“Kita tahu KKP punya target PNBP yang mereka anggap menjadi tolak ukur kesuksesan dalam mengolah perikanan, padahal semua ini salah,” ungkap James kepada Kontan.co.id, Kamis (19/10).
James mengkritisi, pungutan hasil perikanan berupa PNBP atau retribusi sebagaimana yang juga termaktub dalam Pasal 13 ayat (1) masih ditemui banyak kendala dalam prakteknya.
Asal tahu saja, PNBP oleh nelayan kini dipungut pascaproduksi. Artinya, pungutan PNBP dilakukan setelah setiap kali nelayan selesai menangkap ikan, tergantung dengan volume ikan yang didapat. Sebelumnya, pungutan PNBP dilakukan selama satu tahun ke depan sebelum menangkap ikan.
Menurut James, perubahan skema pungutan PNBP ke pasca produksi semula dianggap sangat menguntungkan nelayan. Namun, pada prakteknya nelayan jadi tidak memiliki kepastian hukum.
“Ketika nelayan tidak mencapai target PNBP dalam kondisi perikanan tidak baik-baik saja kami diminta membayar target yang belum tercapai, apalagi banyak kapal yang rugi, dan kehabisan modal, serta tidak bisa melaut sampai 2 tahun juga disuruh bayar PNBP, padahal sesuai peraturan pascabayar tidak perlu membayar,” terang James.
Selain itu, James juga mempermasalahkan aturan terkait kuota penangkapan ikan pada zona PIT dalam PP 11/2023. Menurutnya, aturan tersebut justru menyulitkan nelayan. Bahkan, James menyebut, mereka yang tidak mempunyai kapal kini bisa menjadi calo kuota.
Baca Juga: Penerapan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Dimulai 2024
“Yang tidak punya kapal bisa menjadi calo kuota yang saat Ini sedang terjadi pada kuota impor ikan, bahkan banyak yang sudah disidangkan dan masuk penjara,” katanya.
James menyayangkan, PP 11/2023 masih belum bisa memaksimalkan nelayan Indonesia yang berjumlah 2 juta jiwa untuk menghasilkan multiplier effect yang maksimal dan berkelanjutan.
“Harapan kami nelayan menjelang akhir jabatannya (Presiden Jokowi), lakukanlah perbuatan baik bagi nelayan, bukan bagi sekelompok orang yang mencari keuntungan,” imbuh James.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News