kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Hobi nonton konser, kini raja konser


Senin, 22 April 2013 / 17:11 WIB
Hobi nonton konser, kini raja konser
ILUSTRASI. Kenali Jenis-Jenis Dermatitis Dan Cara Mengobatinya


Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri

Di industri pertunjukan musik Tanah Air, nama Adrie Subono sudah tak asing lagi. Sejak tahun 1994, pemilik Java Musikindo ini sukses menggelar ratusan konser di Indonesia dengan mendatangkan musisi-musisi beken dunia.

Sukses di bisnis promotor musik tidak diraih Adrie dengan mudah. Kegagalan demi kegagalan pernah dialaminya saat awal-awal menggelar konser. Namun dengan kecintaannya akan musik, disiplin dan profesionalitas, Adrie sanggup menjadikan usaha promotor menjadi ladang bisnis yang menggiurkan.

Pria kelahiran Jakarta, 11 Januari 1954 ini terbilang nekad terjun di bisnis promotor. Pasalnya, pada awal merintis usaha di tahun 1994, bisnis promotor belum menjanjikan untuk ditekuni secara serius.

Pada waktu itu konser di Indonesia mungkin hanya tiga tahun sekali. "Dan saya rasa penyelenggaranya bukan bentuk perusahaan, jadi bentuknya panitia yang setelah acara usai mereka juga bubar," tutur Adrie Subono saat ditemui di kantornya di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.

Adrie pun melihat ini sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Ketertarikan Adrie tak lepas dari kegemarannya mendengarkan musik dan menonton konser musik.

Pria yang hobi mengenakan pakaian berwarna hitam ini memang sudah mengikuti perkembangan musik sejak remaja. "Dulu saya suka menonton MTV dan ketika di Jerman juga sering nonton konser," ujar keponakan BJ Habibie, mantan Presiden Indonesia ini.

Adrie memang sempat tinggal di Jerman selama delapan tahun di kediaman BJ Habibie. Ia mengaku, sejak tahun 1970 dikirim orang tuanya ke Jerman karena bandel di sekolah.  "Saya tiga tahun tidak naik kelas, jadi dikirim ke Jerman," ujarnya.

Di Jerman, ia sempat mengikuti sekolah kejuruan. Orang tuanya berharap, ia bisa meniru Habibie di bidang akademik. Ayah Adrie sendiri seorang tentara yang disiplin. Namun, harapan ayahnya kandas lantaran ia tak lulus Sekolah Menengah Atas (SMA).

Selama tinggal di Jerman, ia justru sering menyaksikan konser-konser musik penyanyi kelas dunia. Namun, semenjak kembali ke Indonesia, ia tak lagi bisa menikmati konser musik dengan mudah.

Adrie sendiri baru kembali ke Indonesia pada 1978 dan menikah dengan Chrisje Fransz. Selama dua tahun, Adrie bekerja sebagai pegawai di sebuah perusahaan Jerman. Selanjutnya pada 1980, ia memulai bisnis pertamanya, yakni menjadi pemasok kertas dan alat tulis kantor (ATK).

Adrie mengaku, modal awal menekuni bisnis ini sangat kecil. "Kantor saya waktu itu benar-benar adanya di tas," ujar Adrie berkelakar. Meski bermodal kecil, ternyata bisnis Adri Subono ini berkembang pesat. Pasalnya, di tahun 1980-an, pemerintah sedang gencar-gencarnya menggenjot pembangunan.

Banyak perusahaan baru yang tumbuh dan banyak sekali peluang yang bisa digeluti untuk mendukung pembangunan tersebut. Dalam tempo 14 tahun, bisnis Adrie kemudian merambah ke berbagai sektor di bawah bendera PT Tilano Abadi. Selain ATK, ia juga masuk ke sektor perkapalan dan properti.

Di bisnis sektor perkapalan, PT Tilano Abadi fokus menekuni usaha forwarding  atau pengangkutan barang via kapal dan penjualan kapal laut dari Prancis ke Indonesia. Saat menggeluti usahanya ini, Adrie kerap melakukan perjalanan ke luar negeri.

Jika ada konser musik di negara yang dikunjunginya, ia tak lupa menyempatkan diri menyaksikannya. Dari situlah tebersit ide mendirikan bisnis penyelenggara konser. "Saya berpikir kenapa sih di Indonesia jarang sekali ada konser? Ngiri aja melihat di Eropa, Amerika, atau negara-negara tetangga, konsernya sering," ujar Adrie.

Ia kemudian menyadari, minimnya pertunjukan konser di Indonesia karena belum ada yang menggeluti bisnis sebagai promotor musik di Indonesia. Dari situ, ia terpikir untuk menekuni usaha promotor.

Kebetulan bisnis ini memang sesuai dengan hobinya. "Saya senang banget dengan musik, dan saya pikir saat itu belum ada orang menekuninya di Indonesia. Bisnis itu adalah kepromotoran," jelas Adrie.

Sebagai debut awal di bisnis promotor musik, Adrie langsung mendirikan PT Javamusikindo Plus pada 1994. Awalnya, ia masih menjalankan dua bisnis secara bersamaan.

Saat itu PT Tilano Abadi telah cukup mapan dan tidak perlu terlalu banyak diawasi. Namun, karena ingin fokus di bidang musik, pada tahun 2000 ia kemudian menutup PT Tilano Abadi. Menekuni bisnis ini bukanlah hal yang mudah.

Masalahnya, saat itu Adrie tidak tahu apa-apa soal mengundang artis luar negri hingga menyelenggarakan konser. "Waktu itu belajarnya tidak tahu di mana, sekolahnya tidak ada, buku panduannya juga tidak ada, ya saya akhirnya belajar semuanya dengan learning by doing," cerita ayah dari Melanie Subono, Christy Subono, dan Adrian Subono ini.

Tak ayal, berbagai kesalahan pun ia lakukan. Tahun 1994, di konser pertama yang ia lakukan, Java mengundang Saigon Kick, band rock asal Amerika dan mengadakannya di Jakarta Convention Center yang berbiaya sewa tinggi.

Karena salah perhitungan mengenai biaya, konser pertamanya pun mengalami kerugian. "Kesan pertama membuat konser itu seru, rugi tapi seru," ujarnya bersemangat.

Sejumlah kesalahan lainnya pernah ia lakukan. Misalnya, ketika telah memperhitungkan penonton hanya sekitar 3.000 orang, namun tempat konser yang disewa berkapasitas 7.000 orang. Belum lagi menghadapi sejumlah artis yang membatalkan kedatangan hanya beberapa hari menjelang konser, padahal tiket sudah terjual habis dan tempat sudah disewa.

Adrie menilai, setiap kesalahan atau kegagalan sebagai harga yang harus dibayar demi suatu pembelajaran. Namun, ia tak lantas menyerah bila menghadapi tantangan dalam penyelenggaraan konser.

Adrie berkisah pengalaman menariknya menjelang konser Hoobastank. Band rock asal Amerika ini menggelar konser di Indonesia pada tahun 2007. Menjelang konser yang dipromotori Java, vokalis Hoobastank Douglas Robb mengalami serak suara.

"Khawatir batal konser, saya sodorkan campuran kecap dengan jeruk nipis pada sang vokalis agar tetap bisa tampil bernyanyi selama dua jam penuh," ujar Adrie. Hasilnya mujarab. Si vokalis bisa lancar bernyanyi.

Hal tersebut dilakukannya agar tidak menyia-nyiakan kepercayaan penonton. Menurut pria penggemar musik blues ini, bisnis promotor sangat terkait dengan kepercayaan berbagai pihak.

Bisnis promotor berarti memegang kepercayaan dari artis, kepolisian, sponsor, dan penonton. "Ini bukan bisnis mudah, ini bisnis yang kompleks dengan nilai kepercayaan yang tinggi dari berbagai pihak," terangnya.

Terbukti, sejak berdiri 1994, Java Musikindo telah dipercaya ratusan artis internasional untuk menjadi promotor konser musik mereka di Indonesia. Selain konser tunggal, Java juga telah tiga kali menggelar Konser festival yang diramaikan sejumlah artis, baik nasional dan internasional.

Tahun depan Java akan berulang tahun ke-20. Adrie mengaku, telah memiliki rencana untuk merayakan ulang tahun Java tersebut. "Ada rencana tetapi surprise dong," ujarnya. Namun kejutan ini masih terkait dengan konser musik. Ia mengaku, saat ini sedang sibuk "belanja artis" ke Eropa dan Amerika.             

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×