kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ibaratkan seperti Restoran Padang, ini tips Arcandra Tahar bangun kilang minyak


Sabtu, 17 Juli 2021 / 06:00 WIB
Ibaratkan seperti Restoran Padang, ini tips Arcandra Tahar bangun kilang minyak


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai negara dengan konsumsi Bahan Bakar MInyak (BBM) terbesar di Asia Tenggara, Indonesia membutuhkan asupan energi impor dalam jumlah besar. Untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, pembangunan kilang minyak dinilai sebagai salah satu opsi terbaik.

Arcandra Tahar, Wakil menteri ESDM periode 2016-2019 dalam laman instagram resminya @arcandra.tahar menulis tentang strategi membangun kilang minyak agar untung. Menurutnya ada beberapa strategi yang bisa dilakukan agar kilang yang dibangun dapat memberi keuntungan yang sesuai dengan rencana.

Pertama, lokasi kilang sebaiknya berada di pesisir pantai, digabung dengan petrochemical plant dan dekat dengan kawasan industri, yang menjadi pembeli produk kilang dan petrochemical. Lokasi di pesisir pantai dimaksudkan untuk memudahkan suplai crude dan perpindahan produk kilang dengan menggunakan moda tranportasi laut.

Biasanya produk kilang bisa menjadi bahan baku untuk petrochemical plant. Ongkos perpindahan produk kilang ini menjadi murah sekali kalau kilang dan petrochemical plantnya berdekatan. Akan tambah menguntungkan jika ada industri di dekat kilang dan petrochemical plant yang menjadikan produk kilang dan petrochemical sebagai bahan bakunya. Inilah yang dinamakan dengan kawasan terintegrasi yang memberikan nilai tambah pada setiap industi yang terlibat.

Kedua, sumber energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kilang berasal dari energi terbarukan. Tekanan untuk menjaga kenaikan suhu bumi kurang dari 2 dengree celsius pada akhir abad ini semakin membuat industri migas terpinggirkan. Ditambah dengan rencana lembaga-lembaga keuangan dunia yang tidak mau lagi membiayai proyek-proyek migas seperti kilang ini.

"Padahal dalam dua dekade ke depan produk kilang dan petrochemical masih dibutuhkan oleh peradaban manusia," tulis Arcandra seperti dikutip dari IG resmi @arcandra.tahar, JUmat (16/7).

Lebih lanjut Arcandra mengatakan, seharusnya dalam masa transisi menuju penggunaan energi bersih yang lebih luas, industri migas tetap bisa berpartisipasi lewat penggunaan energi listrik yang berasal dari energi terbarukan. Kalau ada gas CO2 yang dihasilkan maka teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) bisa digunakan agar CO2-nya tidak dilepas ke udara. Dengan cara ini diharapkan lembaga keuangan dunia masih mau membiayai proyek migas dengan bunga yang lebih kompetitif.

Ketiga, tidak mengunci spesifikasi kilang untuk crude tertentu. Kalau kilang di desain hanya untuk satu jenis crude maka saat crude tersebut sudah habis, kilang bisa menjadi tidak efisien. Dengan kata lain, pasokan crude sangat bergantung dari umur sumur minyak, sementara umur kilang bisa lebih panjang daripada umur sumur.

Setelah membahas strategi membangun kilang, apakah ada resiko bisnis yang ditanggung oleh pemilik (owner) kilang?. Tentu ada. Dua resiko terbesar dalam bisnis kilang minyak yang harus dimitigasi.

Pertama, keamanan pasokan crude yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Kedua, harga jual produk (BBM dll) yang harganya juga ditentukan oleh mekanisme pasar.

Perumpamaannya seperti restoran, yakni si pemilik restoran membeli seafood, sapi atau kerbau yang harganya bisa murah, bisa juga mahal tergantung ketersediannya.

Kemudian dapur dan juru masak mengolahnya menjadi masakan Padang, selanjutnya dijual ke pelanggan yang harganya bisa mahal juga bisa murah tergantung daya beli masyarakat pada saat itu. Celakanya kalau daging sapinya mahal sementara rendang dijual murah. Rugi jadinya.

Adakah investor kilang yang lebih cerdas?. Jawabannya ada. Caranya mereka tidak mau menanggung risiko dengan naik dan turunnya harga crude dan harga BBM. Mereka minta dibayar berdasarkan berapa volume crude yang mereka olah, misalnya USD 4/bbl. Jadi mereka selalu untung dan tidak takut kalau harga crude melambung menjadi USD 100/bbl.

"Ibaratnya untuk restoran Padang, si pemilik restoran hanya menerima daging sapi kemudian diolah jadi Rendang dan dibayar berdasarkan berapa kilogram rendang yang mereka masak. Berkaitan dengan berapa harga daging sapi dan harga jual rendang yang naik turun bukan urusan mereka. Cerdas bukan!," papar Arcandra dalam tulisan berseri tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×