Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mendukung kebijakan pemerintah untuk membatasi impor. Sekretaris Jenderal APSyFI, Redma Gita Wirawasta menyatakan, pembatasan atau pengendalian barang impor selain untuk mengurangi defisit transaksi berjalan juga
sangat penting mendorong kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari hulu ke hilir.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, kinerja perdagangan sektor TPT dalam dekade terakhir terus menyusut. Ekspor produk TPT hanya tumbuh 8,2%
namun impor melonjak hingga 57,1% sehingga surplus neraca perdagangannya turun drastis dari US$ 7 miliar di tahun 2005 hingga menjadi US$ 3,78 miliar pada tahun 2017. Perolehan devisa bersih sektor TPT dalam dekade terakhir secara kumulatif turun 46%.
Redma menjelaskan, konsumsi TPT dalam negeri naik rata-rata 6% per tahun, namun pertumbuhan dinikmati oleh barang-barang impor yang membanjiri pasar sehingga utilisasi produksi sektor ini masih rendah. “Produsen dalam negeri sangat bisa mensubstitusi produk impor karena utilisasinya rata-rata baru mencapai 73,8%” kata Redma dalam keterangan pers, Rabu (29/8).
APSyFI sudah menyampaikan usulan kepada beberapa kementerian, soal produk TPT yang impornya perlu dibatasi. “HS 54 dan 55 dari mulai serat, benang hingga kain, kualitas dan kapasitas dalam negeri-nya sangat cukup untuk mensubstitusi produk impor,” imbuh Redma.
APSyFI mengusulkan mekanisme pembatasan impor dengan beberapa cara, yaitu lewat tata niaga impor TPT dengan merevisi Permendag Nomor 64 tahun 2017, agar yang bisa melakukan impor hanya produsen saja sebagai bahan baku untuk tujuan ekspor.Lalu ada Pusat Logistik Berikat (PLB) hanya untuk bahan baku yang tidak diproduksi di dalam negeri saja.
Kemudian bea masuk anti dumping (BMAD) yang sudah direkomendasikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Tim Kepentingan Nasional (TKN) agar segera diterbitkan peraturan menteri keuangan. Serta safeguard untuk benang, kain dan produk garmen agar segera diinisiasi oleh pemerintah.
Namun Redma mengingatkan impor bahan baku yang digunakan untuk ekspor agar tidak dibatasi. Terutama perusahaan yang di kawasan berikat dan pengguna Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) impor bahan baku harus dipermudah.
“Kalau mau substitusi impor, pemerintah bisa keluarkan mekanisme Kemudahan Lokal Tujuan Ekspor (KLTE) sebagai equal treatment bagi produk lokal” tegasnya.
Soal rencana Kementerian Keuangan untuk menaikkan PPh impor atas 500 produk, Redma juga mendukung kebijakan tersebut sebagai salah satu mekanisme untuk
mengurangi impor.
Upaya pengendalian impor akan selalu mendapatkan banyak hambatan karena banyaknya kepentingan dari importir yang selama ini meraup keuntungan. Untuk itu APSyFI meminta pemeritah tidak ragu dan takut terhadap isu-isu ancaman yang dilontarkan importir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News