kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Impor TPT naik 19,5%, asosiasi menilai regulasi belum kuat memperketat impor


Rabu, 15 Agustus 2018 / 13:21 WIB
Impor TPT naik 19,5%, asosiasi menilai regulasi belum kuat memperketat impor
ILUSTRASI. Buruh Bekerja kembali


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya laju pertumbuhan impor mulai membuat khawatir pemerintah. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFi) menilai hingga saat ini belum ada satupun kebijakan yang dikeluarkan untuk menurunkan laju pertumbuhan impor.

Redma, Sekretaris Jenderal APSyFi menyatakan bahwa presiden harus turun sendiri untuk mengurangi laju impor ini karena banyak mafia-mafia impor sudah masuk ke oknum-oknum birokrasi sehingga banyak kebijakan yang justru pro barang impor dibanding barang buatan lokal. “Di sektor tekstil barang impor banjir, padahal sudah bisa dibuat oleh produsen lokal, pemerintah harus berani melakukan substitusi impor, kami hanya perlu revisi kebijakan, tidak minta insentif,” kata Redma dalam rilis media yang diterima Kontan.co.id, Rabu (15/8).

Sebelumnya APSyFI secara resmi sudah pernah mengusulkan untuk merevisi Permendag 64 tahun 2017, karena ijin impor diberikan kepada pedagang untuk impor bahan baku, padahal sebelumnya ijin impor hanya diberikan kepada produsen yang membutuhkan bahan baku untuk kepentingan ekspor. “Setahu saya, pihak Kementerian Perindustrian (Kemperin) pun mengusulkan hal yang sama, namun pihak Kemeterian Perdagangan (Kemdag) terlihat sangat mengabaikan usulan ini,” jelas Redma.

APSyFI pun menyoroti Pusat Logistik Berikat (PLB) yang menjadi pintu masuk berkarpet merah barang-barang impor. “PLB seharusnya difungsikan untuk barang-barang impor yang tidak diproduksi di dalam negeri saja, untuk mempermudah akses industri kita yang perlu bahan baku impor,” jelasnya.

Untuk itu APSyFI juga mengusulkan agar PLB di sektor tekstil hanya untuk kapas saja, sedangkan untuk serat lainnya, benang dan kain agar tidak difasilitasi oleh PLB karena memang sudah bisa diproduksi didalam negeri. Redma menjelaskan bahwa untuk sektor tekstil semua jenis benang dan kain di HS 52 dan 54 serta semua jenis serat, benang dan kain di HS 55 semuanya sudah bisa diproduksi di dalam negeri sehingga seharusnya impornya sangat bisa dikurangi.

“Pemerintah tidak perlu takut pembatasan impor bisa ganggu ekspor, karena eksportir sebagian besar di Kawasan Berikat atau menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE),” tegasnya. Kenaikan impor TPT sampai semester I 2018 ini menurut asosiasi meningkat tajam, yakni 19,5% year on year (yoy).

Kemudian Redma menambahkan persoalan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) PET yang hingga saat ini belum diterapkan. “Padahal menurut informasi yang kami dapat, BMAD PET yang direkomendasikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) ini sudah disetujui oleh Tim Kepentingan Nasional dan sudah ada Surat Menteri Perdagangan ke Menteri Perindustrian, tapi sampai sekarang belum juga ada pemberlakuannya," jelas Redma.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×