Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pelaku usaha importir minuman alkohol mengaku kesulitan memasarkan produknya pada awal 2025. Hal ini menyusul izin impor produk minuman beralkohol yang belum diterima oleh seluruh importir.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Importir dan Distributor Minuman Indonesia (Apidmi) Ipung Nimpuno mengatakan, tiap tahun pihaknya mesti mengurus izin melalui sistem Inatrade di Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk bisa mengimpor minuman beralkohol seperti wine dan whisky. Namun, memasuki awal 2025, dari 17 importir anggota Apidmi, baru sembilan importir saja yang dapat izin impor minuman beralkohol.
"Padahal, kami telah mematuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk memperoleh izin impor dari pemerintah, tapi hanya sebagian saja anggota kami yang bisa mendapat izin tersebut," ujar Ipung, Senin (3/3).
Sampai saat ini, Apidmi belum mengetahui alasan di balik belum diterbitkannya izin impor minuman beralkohol yang semestinya didapat oleh delapan importir tersisa anggota asosiasi tersebut. Bila merujuk ke Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 3 Tahun 2024 (sekarang berubah jadi Permendag 8/2024), proses perizinan impor melalui sistem Inatrade hanya membutuhkan waktu 5 hari kerja.
Baca Juga: Kinerja Hatten Bali (WINE) Terkerek Kunjungan Wisatawan Bali
Ipung bilang, pihaknya telah mengirim surat ke Kemendag untuk mengadukan hambatan usaha tersebut. Sayangnya, Apidmi mengklaim belum memperoleh respons dari Kemendag.
Dia menjelaskan, pada umumnya proses impor minuman beralkohol berupa pengiriman barang dari negara asal ke Indonesia bisa memakan waktu tiga bulan. Lantaran izin impor tidak kunjung terbit sampai menjelang akhir kuartal I-2025, maka sebagian importir anggota Apidmi hanya punya waktu sembilan bulan saja untuk menjalankan bisnisnya. Waktu kerja importir minuman beralkohol tentu bakal semakin sempit jika kendala perizinan impor terus berlarut.
"Masalah ini menjadi hambatan bagi bisnis kami," tutur Ipung.
Ketidakpastian atas izin importasi ini tentu berpotensi menimbulkan persaingan tidak sehat di kalangan importir minuman beralkohol Tanah Air, sekalipun importir tersebut sama-sama anggota Apidmi. Ini mengingat, ada pelaku usaha yang bisa memenuhi kebutuhan impor minuman beralkohol lebih dahulu, sedangkan pelaku usaha lainnya tidak bisa melakukan kegiatan serupa.
Bukan mustahil, kekosongan pasar bakal dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk memasarkan minuman beralkohol impor ilegal. Produk ilegal ini disebut Apidmi bisa ditemukan di beberapa toko tertentu di pusat perbelanjaan hingga situs online.
"Produk ilegal tanpa pita cukai ini pasti tetap ada, karena pasar selalu berjalan di tengah ketidakpastian izin impor bagi importir resmi," kata Ipung.
Di luar itu, Apidmi menyebut tren permintaan produk minuman beralkohol impor cenderung melambat sejak tahun lalu. Hal ini sejalan dengan ketidakpastian ekonomi global dan nasional yang berdampak pada pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi, minuman beralkohol merupakan barang tersier atau bukan kebutuhan pokok masyarakat.
Walau begitu, Apidmi menilai, pasar minuman beralkohol impor tetap bisa bertahan selama tingkat kunjungan wisatawan mancanegara stabil sepanjang 2025 berjalan. Sebab, produk ini memiliki segmentasi yang berbeda dengan minuman beralkohol lokal, baik dari sisi merek ataupun harga.
"Penjualan minuman beralkohol impor cukup bergantung pada kunjungan turis asing," tandas Ipung.
Baca Juga: Multi Bintang Indonesia (MLBI) Sisir Aktivitas Bisnis & Wisata
Selanjutnya: Sejumlah BPD Catatkan Pertumbuhan Kredit per Januari 2025 Meski Daya Beli Melemah
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (4/3): Berawan dan Hujan Ringan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News