Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Teknologi gasifikasi batubara bawah permukaan atau underground coal gasification (UCG) yang tengah dikembangkan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA) Kementerian ESDM diklaim mulai dilirik oleh sejumlah pihak. Salah satu yang tertarik adalah Kementerian Batubara (Ministry of Coal) India.
"Peeyush Kumar selaku Direktur Teknologi Kementerian Batubara India meminta Tekmira untuk berkolaborasi dengan melakukan supervisi pengembangan serta ujicoba UCG di dua lokasi di daerah West Bengal dan Rahigajt," sebut akun resmi Instagram @blu.tekmira sebagaimana yang dikutip dalam situs resmi Kementerian ESDM, Sabtu (5/9).
Implementasi teknologi UCG sendiri diharapkan berkontribusi dalam menambah ketersediaan energi, konservasi sumberdaya alam dan pengurangan biaya energi. Teknologi ini dinilai cocok untuk diterapkan di Indonesia maupun India.
Apalagi kedua negara tersebut mempunyai kesamaan dalam proporsi cadangan energi fosil yaitu mempunyai cadangan batubara jauh lebih besar dibandingkan cadangan minyak dan gas. Menindaklanjuti kerja sama ini, tekMIRA akan melakukan evaluasi dan membuat tahapan pengembangan UCG setelah Kementerian Batubara India mengirimkan data-data geologi terkait rencana lokasi UCG.
Baca Juga: Harga Batubara Acuan terus turun, ini yang dilakukan emiten batubara
Dalam rilis Kementerian ESDM dijelaskan bahwa metode teknologi UCG sendiri dengan melakukan proses gasifikasi di bawah tanah melalui dua buah sumur bor. Satu sumur berfungsi sebagai media untuk injeksi udara/oksigen dan yang satu lagi berfungsi sebagai sumur produksi. Teknologi ini diklaim dapat mengurangi permasalahan lingkungan, mengoptimalkan pemanfaatan batubara yang tidak ekonomis dan memungkinkan untuk menutupi kekurangan pasokan energi yang berasal dari migas.
Detailnya, teknologi ini akan mengekstrak dan mengkonversikan batubara di bawah permukaan menjadi synthesis gas (Syngas) secara insitu.Teknologi unkonvensional ini tidak memerlukan penggalian batuan penutup dan lapisan batubara terlebih dahulu.
Selain dapat dimanfatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik, teknologi non-konvensional ini juga menghasilkan syngas untuk berbagai keperluan seperti bahan kimia industri petrokimia (amonia, methanol, dan sebagainya) dan pembuatan BBM/BBG sintentis dan bahan kimia industri. UCG juga menghasilkan karbondioksida (CO2) sebagai bahan enhance oil recovery (EOR) untuk meningkatkan produksi minyak nasional. UCG. Biaya produksi syngas UCG lebih murah dibandingkan impor LNG.
Teknologi UCG membantu perusahaan batubara dalam menggunakan batubara lapisan dalam, yang secara ekonomi tidak layak ditambang. Biaya modal dan operasionalnya lebih rendah dibandingkan gasifikasi batubara di permukaan. Perusahaan pun dapat mengurangi dampak lingkungan serta biaya reklamasi dan paskatambang karena tidak merubah bentang alam.
Sebagai informasi, Puslitbang tekMIRA telah melakukan uji coba di Sumatera Selatan dan pada tahun 2019 melakukan pra-fs implementasi tekniologi UCG di Kalimantan Timur. Kajian ini meliputi unsur geologi, hidrologi, hidrogeologi, geoteknik dan keekonomian, hingga nilai cadangan batubara.
Kajian dilanjutkan tahun ini dengan melakukan konstruksi delapan sumur pemantauan air tanah dan diharapkan pada tahun 2023 fasilitas UCG komersial pertama di Indonesia beroperasi.
Selanjutnya: Harga Batubara Acuan (HBA) Terendah Sejak 2016, Pelaku Usaha Pacu Efisiensi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News