kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,50   -2,04   -0.23%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indika Energy (INDY) bidik diversifikasi bisnis non-batubara hingga 50% di 2025


Kamis, 17 Desember 2020 / 16:01 WIB
Indika Energy (INDY) bidik diversifikasi bisnis non-batubara hingga 50% di 2025
ILUSTRASI. Direksi Indika Energy (INDY)


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Indika Energy Tbk (INDY) turut tertekan pandemi Covid-19. Kendati begitu, pandemi tak menyurutkan INDY untuk mengejar diversifikasi usaha ke bisnis non-batubara, sehingga bisa menghasilkan 50% pendapatan pada tahun 2025.

Wakil Direktur Utama & CEO INDY Azis Armand membeberkan, saat ini komposisi pendapatan INDY masih didominasi oleh bisnis batubara, dengan porsi 76%. Sedangkan kontribusi pendapatan dari non-batubara baru di angka 24%.

"Setelah tahapan kritis (pandemi Covid-19), dengan hati-hati kami ingin terus bertransformasi dari perusahaan yang terfokus di industri batubara, menjadi lebih terdiversifikasi. Kami tetap komitmen untuk melakukan hal tersebut," kata dia saat Public Expose INDY, Kamis (17/12).

Baca Juga: Indika Energy (INDY) bidik produksi batubara 31,4 juta ton di tahun depan

Azis pun memaparkan sejumlah rencana dan progres diversifikasi bisnis non-batubara tersebut. Pertama, pengoperasian terminal penyimpanan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Balikpapan, Kalimantan Timur. 

Terminal penyimpanan BBM untuk ExxonMobil ini telah beroperasi sejak November 2020. Nilai proyek ini sebesar US$ 115 juta.

Setelah memiliki kapasitas 96 juta liter tanki terminal BBM di Kalimantan Timur, INDY pun akan terus melakukan pengembangan proyek penyimpanan bahan bakar di wilayah lainnya.

Direktur & Group Chief Financial Officer INDY Retina Rosabai menambahkan, terminal penyimpanan BBM ini memang belum memberikan kontribusi signifikan terhadap perusahaan lantaran baru dioperasikan di akhir tahun. Kontribusi ditaksir mulai mengalir pada tahun depan.

"Setelah beroperasi kira-kira akan menyumbang EBITDA sekitar US$ 15 juta," sebutnya.

Kedua, bisnis pertambangan emas. Di proyek Awak Mas ini, INDY memiliki 45,8% kepemilikan dan mempunyai opsi untuk meningkatkan kepemilikannya menjadi 56,7%. Tambang emas yang digarap oleh Nusantara Resources ini berlokasi di Sulawesi Selatan dengan total potensi sumber daya sebanyak 2,3 juta ounce dan cadangan 1,5 juta ounce.

Dengan total biaya proyek sebsar US$ 150 juta -US$ 200 juta, tambang emas ini ditargetkan mulai berproduksi pada tahun 2022 atau 2023. Azis memang belum membeberkan detail kontribusi dari tambang emas ini kepada INDY.

Yang pasti, menurut feasibility study saat ini, tambang emas tersebut dapat memproduksi 100.000 ons - 130.000 ons per tahun.

Baca Juga: Indika Energy (INDY) bakal ajukan perpanjangan PKP2B Kideco Jaya Agung tahun depan

Sedangkan jika ingin menambah kepemilikan saham sesuai opsi menjadi 53,9%, maka INDY harus kembali merogoh dana sebesar US$ 7 juta - US$ 8 juta.

Ketiga, diversifikasi non-batubara yang dilakukan INDY ialah menjajaki prospek energi baru dan terbarukan (EBT). Azis menyampaikan, pengembangan EBT dimulai dari internal INDY, seperti memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area PT Kideco Jaya Agung, anak usaha INDY yang memproduksi batubara.

"Ini sebagai suatu tahapan awal, bagaimana kita bisa familiar dengan design-nya, bagaimana men-develop dan mengeksekusi konstruksinya," ungkap Azis.

Selain PLTS, ada jenis EBT lain yang sedang dijajaki oleh INDY. Salah satunya ialah tenaga biomassa. Dalam pengembangan EBT ini, Azis menyampaikan bahwa INDY terbuka untuk bekerjasama dengan mitra potensial baik dari dalam maupun luar negeri.

Keempat, diversifikasi melalui teknologi. Seperti dalam mengembangkan Minerva, platform teknologi internal untuk mengoptimalkan kinerja armada dan efisiensi produksi batubara. Diversifikasi melalui jasa dan produk teknologi ini dikerjakan oleh anak usaha INDY, yakni Zebra.

"Teknologi digital yang dikembangkan berkaitan dengan aplikasi industri 4.0," kata Azis.

Pada tahun 2020 ini, dia mengakui bahwa kinerja INDY tertekan pandemi Covid-19. Untuk menjaga kinerja INDY pada masa pandemi, Azis menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan manajemen liabilitas melalui penerbitan surat utang dengan total US$ 675 juta.

Baca Juga: Ini penyebab Petrosea (PTRO) optimistis kinerja di 2021 membaik

Sebagian besar dari dana tersebut ditunjukkan untuk refinancing, dan sisanya untuk mendukung diversifikasi usaha INDY. Dari dana tersebut, sebanyak US$ 88 juta digunakan untuk biaya transaksi dan diversifikasi usaha.

"Kami fokus untuk perbaikan operasional dari aset yang dimiliki, juga mengeksplor potensi investasi di sektor lain, dalam strategi untuk mencapai pendapatan INDY di 2025 atau 5 tahun mendatang bisa dikontribusikan 50% dari sektor yang tidak berkaitan dengan batubara," pungkas Azis.

Selanjutnya: Harga batubara anjlok dan amortisasi akuisisi Kideco, Indika Energy rugi US$ 52 juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×