Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Emiten farmasi pelat merah PT Indofarma Tbk (INAF) ikut merasakan tertekannya industri manufaktur di kuartal III 2019. Buktinya saja penjualan INAF secara konsolidasi tertekan hingga 21,1% yoy dari sebelumnya Rp 739,17 miliar di kuartal III 2018 menjadi Rp 583,53 miliar.
Melansir laporan keuangan kuartal III 2019, setiap segmen penjualan INAF tampak turun. Segmen obat 0,2% year on year (yoy) dari sebelumnya Rp 591 miliar di akhir September 2018 menjadi Rp 481,86 miliar. Adapun segmen alat kesehatan dan produk lainnya juga ikut tertekan hingga 31,2% yoy menjadi Rp 147,87 miliar.
Baca Juga: Holding farmasi di depan mata, simak prospek Kimia Farma (KAEF) dan Indofarma (INAF)
Indofarma juga masih membukukan rugi bersih yang dapat diatribusikan ke pemilik entitas induk sebesar Rp 34,84 miliar. Tapi setidaknya, rugi bersih yang tercatat di kuartal III 2019 lebih rendah 0,71% yoy dari sebelumnya.
Direktur Keuangan Indofarma Herry Triyatno menjelaskan sebenarnya tidak ada penurunan penjualan di segmen alat kesehatan pada kuartal III 2019.
"Pada kuartal III 2018 penjualan Rp 147 miliar karena ada penjualan reagen dari bisnis KSO. Kalau penjualan itu dikeluarkan segmen kesehatan di kuartal III 2018 sebesar Rp 70 miliar" jelasnya kepada Kontan.co.id, Rabu (13/11).
Oleh karenanya, di periode ketiga tahun ini, alat kesehatan kontribusinya tumbuh higga 110% yoy.
Nah, melihat pertumbuhan segmen alat kesehatan yang positif, pada 2020 Indofarma akan fokus ekspansi di sektor tersebut. Adapun rencana ini sudah ditetapkan sebagai rencana jangka panjang emiten pelat merah ini.
Baca Juga: Utang besar BUMN, sektor mana yang paling tertekan?
Herry menyatakan alasan Indofarma menyasar pos alat kesehatan karena prospek pasarnya masih luas dan besar. Herry juga melihat potensi margin penjualan alat kesehatan bervariasi ada yang tebal dan tipis. "Peluang ini bisa dimanfaatkan," ungkapnya.
Hal menarik yang dilihat Indofarma adalah sejauh ini belum ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang secara khusus menjual alat kesehatan. Nah di sini juga peluang Indofarma menguatkan bisnis holding farmasi.
Selain itu, fokus ekspansi ke segmen alat kesehatan juga upaya memperbaiki kinerja keuangan. Adapun harapannya bisnis alat kesehatan bisa menyeimbangkan bisnis farma yang eksisting.
Kalau melihat keuangan emiten berkode saham INAF ini di periode ketiga 2019, kontribusi alat kesehatan masih sedikit. Sebab Indofarma masih mempersiapkan rencana bisnis di 2020. Adapun hingga akhir tahun ini secara konsolidasi, kontribusi Indofarma ke segmen Pharma masih mendominasi, hingga 90%.
Nantinya, investasi rill baru akan diterapkan tahun depan. Investasi tersebut akan digunakan untuk keperluan renovasi fasilitas produksi dan import produk jadi.
Baca Juga: Waspada, hipertensi bisa menjadi penyebab utama gagal ginjal kronis
Sebenarnya, tidak hanya segmen alat kesehatan saja yang akan dikembangkan. Herry menyatakan segmen bisnis Natural Extract juga bakal giat diperbaiki. Jadi kedepan ada 3 mesin bisnis yang akan gencar dilancarkan Indofarma yakni Pharmaceutical, Diagnostic and Medical Equipment ; dan Natural Extract.
Nah, Herry menargetkan dalam lima tahun mendatang Indofarma mampu mengubah komposisi bisinisnya menjadi 50% farma, 25% alat kesehatan, dan 25% natural extract.
Dalam pengembangan bisnis alat kesehatan, Indofarma gesit melakukan kerjasama dengan berbagai perusahaan luar negeri untuk mengembangkan segmen ini.
Herry menjelaskan Indofarma telah membuat kesepakatan kerjasama dengan mitra perusahaan alat kesehatan dari Cina sebanyak 8 perusahaan produsen medical diposable atau consumable dan durable medical instrumen untuk kategori elektromedical.
Sedangkan mitra kerjasama dari Korea 5 perusahaan durable medical equipment dan 5 perusahaan produsen consumable atau disposable produk baik secara langsung maupun melalui asosiasi ke Korea Medical Device Assoisiation (KMD).
Baca Juga: Mayoritas Emiten Farmasi Sukses Mengerek Kinerja
Skema kerjasama yang dibangun oleh Indofarma dengan partner luar negeri dilakukan dengan prinsip gradual dengan pertimbangan antara kebutuhan pasar atas suatu produk dan daya saing ketika dipasarkan. Dengan demikian resiko bisnis dan investasi dapat diukur.
Salah satu alat kesehatan yakni Bio Impedance Analysisi (BIA) atau analisa komposisi tubuh yang nota kesepahamannya dilaksanakan 24 September 2019 dengan PT InBody Corp Indonesia akan menyasar ke sejumlah sektor.
Adapun fokus utama pemasaran BIA adalah rumah sakit, institusi militer, polisi, diklat olah raga, perusahaan transportasi dan BUMN yang mensyaratkan kebugararan, serta kesehatan bagi karyawannya. Selain itu, ada pula segmen lifestyle seperti fitness center.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News